Senin, 05 April 2010

DESAIN PENELITIAN

Desain penelitian adalah semua proses yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian. Desain dalam perencanaan penelitian bertujuan untuk melaksanakan penelitian, sehingga dapat diperoleh suatu logika, baik dalam pengujian hipotesis maupun dalam membuat kesimpulan. Desain rencana penelitian yang baik akan dapat menterjemahkan model-model ilmiah, ke dalam operasional penelitian secara praktis. Sedangkan desain pelaksanaan penelitian meliputi proses membuat percobaan ataupun pengamatan serta memilih pengukurn-pengukuran variabel, memilih prosedur dan teknik sampling, alat-alat untuk mengumpulkan data kemudian membuat coding, editing dan memproses data yang dikumpulkan termasuk proses analisa data serta membuat laporan.
Desain penelitian merupakan cetak biru yang menentukan pelaksanaan selanjutnya. Penyusunan desain ini dilakukan setelah kita menetapkan topic (judul) penelitian yang akan dilaksanakan. Dalam desain penelitian terdapat pertanyaan tentang apa, mengapa dan bagaimana masalah tersebut diteliti dengan menggunakan prinsip-prinsip metodologis. Pada umumnya suatu penelitian mengandung dua aspek yang saling berhubungan dan merupakan persyaratan untuk suatu penelitian. Kedua aspek tersebut, yaitu:
 Substansi Penelitian
Dalam suatu penelitian harus ada masalah yang menunjukkan substansi dari masalah yang akan diteliti. Biasanya substansi ini mengacu pada teori tertentu yang berada dalam lingkup suatu ilmu pengetahuan. Suatu penelitian harus memiliki signifikansi teoritis dan signifikansi praktis.
 Metodologi Penelitian
Penelitian terhadap substansi itu harus memenuhi persyaratan metoologi penelitian sebagai suatu proses yang sistematis, terkendalai, kritis dan analitis. Dalam dua syarat desain penelitian tadi pada umumnya dapat dibagi dalam dua pokok, yaitu konseptualisasi masalah dan operasionalisasi. Kedua aspek tersebut disusun sebagai berikut:
• Latar Belakang Penelitian
• Tujuan dan Hipotesis
• Kerangkan Dasar Penelitian
• Penarikan Sampel
• Metode Pengumpulan Data
• Analisis Data
Susunan dari kedua pokok diatas akan diuraikan penjelasannya di bawah ini.

A. Latar Belakang Penelitian
Latar belakang penelitian merupakan pondasi dari seluruh proses penelitian karena semua konsep dasar dapat dijelaskan pada bagian ini. Latar belakang penelitian disebut juga judul pendahuluan. Oleh sebab itu, terdapat 3 bagian penting yang harus diketahui, yaitu: Pertama, dasar-dasar pemikiran tentang pentingnya masalah yang akan diteliti dengan melalui dua cara, yaitu: secara teoritis dan secara empiris. Kedua, perumusan masalah. Pada bagian ini, yaitu untuk mengungkapkan kesenjangan-kesenjangan yang ada dan usaha-usaha yang pernah dilakukan untuk menanggulanginya. Dan yang ketiga atau terakhir adalah mengungkapkan pentingnya (signifikansi) penelitian yang akan dilakukan.
Latar belakang penelitian ini disajikan mengenai keadaan atau fakta aktual yang menarik perhatian untuk diteliti sehingga dari uraian fakta-fakta aktual yang terjadi bisa dilihat permasalahannya secara jelas. Fakta-fakta yang ditampilkan sebaiknya mewakili komunitas atau kelompok populasi yang akan diteliti untuk lebih menjelaskan permasalahan yang akan diteliti. Jadi, dalam belakang penelitian ini, seorang peneliti harus melakukan analisis masalah, sehingga permasalahan menjadi jelas. Melalui analisis masalah tersebut, peneliti harus dapat menunjukkan dan membuktikan adanya penyimpangan dan menuliskan mengapa masalah itu diteliti.
B. Tujuan dan Hipotesis
Bertitik tolak dari latar belakang penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya, maka secara eksplisit tujuan yang akan dikehendaki akan tercapai. Tujuan penelitian ini adalah jawaban terhadap pertanyaan dasar penelitian telah diungkapakan dalam latar belakang desain penelitian. Tujuan penelitian merupakan keinginan-keinginan atas hasil penelitian dengan mengetengahkan indikator-indikator apa yang hendak ditemukan dalam penelitian, terutama yang berkaitan dengan variabel-variabel penelitian. Oleh sebab itu, tujuan penelitian harus relevan dan konsisten dengan identifikasi masalah, rumusan masalah dan mencerminkan proses penelitiannya.
Tujuan penelitian ini terjadi atas tujuan umum dan tujuan khusus. Dalam hal ini tujuan penelitian tidak sama dengan tujuan yang ada pada sampul isi laporan, yang merupakan tujuan formal, tetapi tujuan ini berkaitan dengan tujuan peneliti dalam melakukan penelitian. Tujuan ini berkaitan erat dengan rumusan masalah yang dituliskan. Tujuan penelitian tersebut akan dipertajam dengan menyusunnya dalam bentuk hipotesis. Sehingga hipotesis tersebut disebut dengan jawaban tentatif terhadap pertanyaan penelitian. Dan rumusan masalah serta tujuan penelitian ini akan ditemukan jawabannya pada kesimpulan penelitian.

C. Kerangka Dasar Penelitian
Dalam kerangka dasar penelitian ini diungkapkan semua variabel yang akan diteliti rumusan operasionalnya, yang dilengkapi dengan indikator empiris dan pengukurannya. Kemudian semua variabel tersebut disusun dalam suatu kerangka hipotesis yang memperlihatkan pola hubungan antar variabel yang sama dengan variabel yang lain. Dari masing-masing variabel ini disusun definisi operasionalnya, karena definisi ini menuntun peneliti pada pengumpulan data yang relevan dan valid. Semua variabel yang telah didefinisikan itu berada dalam suatu kerangka hipotesis sesuai dengan tipe penelitian yang ingin kita lakukan. Kerangka dasar untuk hipotesis dengan bivariate berbeda dengan kerangka dasar untuk hipotesis dengan multivariate.

D. Penarikan Sampel
Susunan berikutnya dalam desain penelitian ini adalah penarikan sampel, yaitu perencanaan tentang bagaimana sampel ditarik. Sampel penelitian adalah sebagian dari populasi yang diambil sebagai sumber data dan dapat mewakili seluruh populasi pernyataan diatas merupakan pendapat dari Sugiyono (1997:57).
Sampel merupakan bagian dari populasi yang mempunyai ciri-ciri atau keadaan tertentu yang akan diteliti. Oleh sebab itu, sampel harus refresentatif. Selain itu, harus mengerti tentang besar ukuran sampel, teknik sampling dan karakteristik populasi dalam sampel.
Dalam hal ini, terlebih dahulu harus dilakukan dengan digambarkan besar, batas-batas dan ciri-ciri penelitian. Besarnya dinyatakan dalam jumlah anggota (satuan analisis) yang tercakup dalam populasi itu. Kemudian digambarkan juga seberapa besar sampel yang akan ditarik, dan bagaimana cara menariknya. Dalam cara penarikan sampel ini dilakukan dengan dua macam teknik, yaitu probability sampling dan nonprobability sampling.

E. Metode Pengumpulan Data
Pada bagian ini menunjukkan bagaimana data dari masing-masing variabel yang telah disebutkan sebelumnya dikumpulkan dari jampel penelitian. Diantara berbagai metode yang ada dipilih yang sesuai sehingga akan mendapatkan data yang valid dan dapat dipercaya. Metode tersebut antara lain: wawancara, kuesioner, angket, observasi dan documenter. Dan untuk setiap variabel dapat digunakan dua atau lebih metode, salah satunya adalah metode yang diutamakan dan yang lainnya dipakai untuk mengontrol atau melengkapi metode utama. Sebaiknya untuk mendapatkan data yang lengkap dan objektif harus menggunakan berbagai teknik sangat diperlukan. Jika satu teknik dipandang mencakupi, maka teknik lain tidak perlu digunakan dan tidak efisien. Begitu pula sebaliknya, jika satu teknik dipandang belum mencukupi, maka peneliti harus menggunakan teknik-teknik yang lain.

F. Analisis Data
Dalam rangka mencapai tujuan penelitian, data yang akan dikumpulkan harus dianalisis. Rancangan tentang analisis ini harus diungkapkan, supaya lebih sistematis maka harus dilakkukan melalui dua tahap. Tahap pertama disebut analisis pendahuluan dan tahap kedua disebut analisis lanjut. Analisis pendahuluan, terbatas pada analisis deskriptif untuk setiap variabel pada sampel. Tujuannya untuk mengetahui karakteristik setiap variabel pada sampel, dan menentukan alat analisis pada analisis lanjut. Sedangkan analisis lanjut bertujuan untuk menguji hipotesis. Bentuk hipotesis yang diajukan akan menentukan teknik statistik mana yang akan digunakan. Jadi, sejak membuat rancangan, maka teknik analisis data ini telah ditentukan.

Kamis, 01 April 2010

PENARIKAN SAMPEL

Dalam tahap metodologi penelitian selanjutnya adalah tahap populasi dan penarikan sampel. Tahap populasi dan penarikan sampel ini dilakukan setelah melakukan hipotesis. Telah dijelaskan bahwa hipotesis harus diuji dahulu dalam kenyataan empiris dengan mengumpulkan data yang relavan dengan variabel-variabel yang disebut dalam hipotesis. Untuk mendapatkan hipotesis itu baik atau tidak atau juga benar atau tidak maka kita harus mengetahui dimana data tersebut diperoleh dan bagaimana cara untuk mendapatkannya.
Polusi dan sampel penelitian merupakan sumber data, artinya bahwa sifat-sifat dan karakteristik dari sebuah kelompok subjek, gejala atau objek. Bila hasil penelitian akan digeneralisasikan ( kesimpulan data sampel untuk populasi ) maka sampel yang digunakan sebgaai sumber data harus representative dapat dilakukan dengan cara mengambil dari populasi secara ramdom sampai jumlah tertentu.
Ada beberapa ahli yang berpendapat tentang pengertian dari populasi, diantaranya :
1. Sugiono berpendapat bahwa : “populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang akan menjadi kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh penelitian untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.” ( Prof. Dr. H. buchari Alma, 2009 : 54 )
2. Nazir mengatakan bahwa : “populasi adalah berkenaan dengan data bukan orang atau bendanya.”
3. Nawawi mengemukakan pendapat bahwa : “populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin, baik hasil menghitung ataupun pengukuran kuantitatif maupun kualitatif pada karakteristik tertentu mengenai sekumpilan objek yang lengkap.”
4. Ridwan mengatakan bahwa : “populasi adalah keseluruhan dari karakteristik atau unit hasil pengukuran yang menjadi objek penelitian.”
Dari beberapa pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa: “populasi merupakan objek atau subjek yang bearada pada suatu wilayah dan memenuhi syarat-syarat tertentu berkaitan dengan masalah penelitian” ada dua jenis populasi, yaitu:
1. Populasi terbatas adalah mempunyai sumber data yang jelas batasnya secara kuantitatif sehingga dapat dihitung jumlahnya. Contoh: “ jumlah guru SMA di Kota Sukabumi 4000 orang.

2. Populasi tak terbatas adalah sumber datanya tidak dapat ditentukan batasan-batasannya, sehingga relative tidak dapat dinyatakan dalam bentuk jumlah. Contoh: suatu percobaan seorang bandar akan melemparkan sepasang dadu sampai tak terhingga kali lemparan, maka setiap kali mencatat sepasang bilangan yang muncul akan mendapatkan sepasang nilai yang tak terhingga pula.

Populasi tidak terbatas luasnya, bahkan ada yang tidak dapat dihitung jumlahnya dan besarannya sehingga tidak mungkin diteliti. Oleh karena itu, perlu dipilih sebagian saja asal memiliki sifat-sifat yang sama dengan populasinya. Proses menarik sebagian subjek, gejala atau objek yang ada pada populasi disebut sampel.
Menurut Arikunto (2009:11) bahwa: “Sampel adalah bagian dari populasi (sebagian atau wakil populasi yang diteliti)”. Sedangkan Sugiyono mengartikan bahwa: “Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi”. Dari kedua ahli di atas dapat diambil kesimpulan bahwa: “Sampel adalah bagian dari populasi yang mempunyai ciri-ciri atau keadaan tertentu yang akan diteliti. Karena tidak semua data dan informasi akan diproses, dan tidak semua orag atau benda akan diteliti melainkan cukup dengan menggunakan sampel yang akan mewakilinya”. Dalam hal ini sampel harus representatif.

Kata lain dari sampel adalah “contoh”. Sedangkan pengambilan sampel dari suatu populasi disebut penarikan sampel atau sampling. Populasi yang ditarik sampelnya pada waktu merencanakan suatu penelitian disebut target population, sedangkan populasi yang akan diteliti pada waktu melakukan penelitian disebut sampling population. Masalah yang akan dihadapi dalam penarikan sampel ini adalah pada penarikan sampel dan ukuran besar sampel. Hal ini sangat tergantung pada sifat populasi, terutama pada ketersebaran anggota dalam wilayah penelitian atau dalam kategori-kategori tertentu atau juga tergantung pada variasi populasi.
Sampel dapat ditentukan berdasarkan pertimbangan masalah, tujuan, hipotesis, metode dan instrument penelitian di samping pertimbangan waktu, tenaga dan pembiayaan. Agar diperoleh sampel yang refresentatif, harus diupayakan agar setiap subjek dalam populasi memiliki peluang yang sama menjadi unsur sampel. Semakin tinggi atau besar variasi dari populasi, maka makin besar sampel yang dibutuhkan. Penarikan sampel ini, terdapat dua macam teknik yang sering atau umumnya dilakukan, yaitu: probability sampling dan nonprobability sampling. Mengenai besarnya sampel tidak ada ketentuan yang baku atau rumus yang pasti, karena sahnya sampel terletak pada sifat dan karakteristiknya mendekati populasi atau tidak, bukan pada besar atau banyaknya. Minimal sampel sebanyak 30 subjek. Hal ini didasarkan atas perhitungan atau syarat pengujian yang lazim digunakan dalam statistic. Telah dikatakan sebelumnay bahwa dalam penarikan sampel, pada umumnya menggunakan dua cara, yaitu probability sampling dan nonprobability sampling. Dua teknik penarikan sampel ini akan dijelaskan sebagai berikut.

1. Probability Sampling
Probability sampling adalah teknik sampling untuk memberikan peluang yang sama pada setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Yang tergolong dalam teknik probability sampling ini ada 4 golongan, diantaranya:


A. Simple Random Sampling (Sampel Acak)
Simple random sampling adalah cara pengambilan sampel dari anggota populasi dengan menggunakan acak tanpa memperhatikan strata (tingkatan) dalam anggota populasi tersebut. Hal ini dilakukan apabila anggota populasi dianggap sejenis, atau disebut homogen. Contohnya: “Jumlah siswa yang mendapatkan beasiswa di Kota Sukabumi. Simple random sampling ini bisa dilakukan melalui undian, table bilangan random atau dengan acak sistematis.

B. Proportionate Stratified Random Sampling
Proportionate stratified random sampling adalah pengambilan sampel dari anggota populasi secara acak dan berstrata secara proporsional, dilakukan sampling ini apabila anggota populasinya heterogen (tidak sejenis). Proportionate stratified random sampling ini dilakukan dengan cara membuat lapisan-lapisan (strata), kemudian dari setiap lapisan diambil sejumlah subjek secara acak. Jumlah subjek dari setiap lapisan (strata) adalah sampel penelitian.

C. Disproportionate Stratified Random Sampling
Disproportionate stratified random sampling adalah pengambilan sampel dari anggota populasi secara acak dan berstrata tetap, sebagian ada yang kurang proporsional pembagiannya, dilakukan sampli ini apabila anggota populasi heterogen (tidak sejenis).

D. Area Sampling (Kluster Sampling)
Area sampling atau kluster sampling adalah teknik sampling yang dilakukan dengan cara mengambil wakil dari setiap wilayah geografis yang ada. Cluster Samples disebut juga sampel kelompok dan bukan individu.

2. Non-Probability Sampling
Nonprobability sampling ialah teknik sampling yang tidak memberikan kesempatan (peluan) pada setiap anggota populasi untuk dijadikan anggota sampel. Yang termasuk dalam nonprobability sampling terbagi dalam 6 golongan, antara lain:
A. Sampling Sistematis
Sampling sistematis ialah pengambilan sampel didasarkan atas urutan dari populasi yang telah diberi nomor urut atau anggota sampel diambil dari populasi pada jarak interval waktu, ruang dengan urutan yang seragam. Contohnya: “Para pelanggan listrik nama-namanya sudah terdaftar dalam Bagian Pembayaran Listrik berdasarkan lokasinya. Untuk pengambilan sampel tentang para pelanggan listrik, secara sistematis dapat diambil melalui rayon pembayaran listrik.

B. Sampling Kuota
Sampling kuota ialah teknik penentuan sampel dari populasi yang mempunyai cirri-ciri tertentu sampai jumlah (jatah) yang dikehendaki atau sampel yan didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan tertentu dari peneliti. Caranya dengan menetapkan jumlah besar sampel yang diperlukan, kemudian menetapkan jumlah (jatah yang diinginkan), maka jatah itulah yang akan dijadikan dasar untuk mengambil unit sampel yang diperlukan.

C. Sampling Aksidental
Sampling Aksidental ialah teknik penentuan sampel berdasarkan faktor spontanitas, artinya siapa saja yang secara tidak sengaja bertemu dengan peneliti dan sesuai dengan karakteristik (ciri-cirinya), maka orang tersebut dapat digunakan sebagai sampel (responden).

D. Purposive Sampling
Purposive sampling dikenal juga dengan sampling pertimbangan. Purposive sampling ialah teknik sampling yang digunakan peneliti jika peneliti mempunyai pertimbanngan-pertimbangan tertentu di dalam pengambilan sampelnya atau penentuan sampel untuk tujuan tertentu. oleh karena itu, sampling ini cocok untuk studi kasus yang mana aspek dari kasus tunggal yang representatif diamati dan dianalisis.

E. Sampling Jenuh
Sampling jenuh ialah teknik pengambilan sampel apabila semua populasi digunakan sebagai sampel dan dikenal juga dengan istilah sensus. Sampling jenuh ini akan dilakukan apabila populasinya kurang dari 30 orang.

F. Snowball Sampling
Snowball sampling yaitu teknik sampling yang semula berjumlah kecil kemudian anggota sampel (responden) mengajak para temannya untuk dijadikan sampel dan seterusnya sehingga jumlah sampel semakin membenngkak jumlahnya. Seperti bola salju yang sedang menggelinding semakin jauh semakin membesar. Penelitian yang cocok menggunakan sampling ini biasanya menggunakan metode penelitian kualitatif.





Ada beberapa keuntungan dalam menggunakan sampel diantaranya:
1. Memudahkan peneliti untuk jumlah sampel lebih sedikit dibandingkan dengan menggunakan populasi dan apabila populasinya terlalu besar ditakutkan akan terlewati.
2. Penelitian lebih efisien (dalam arti penghematan uang, waktu dan biaya)
3. Lebih teliti dan cermat dalam mengumpulkan data, artinya jika subjeknya banyak dikhawatirkan adanya bahaya bias dari orang yang mengumpulkan data, karena sering dialami oleh staf bagian pengumpul data yang mengalami kelelahan sehingga pencatatan data tidak akurat.
4. Penelitian lebih efektif, jika penelitian bersifat destruktif (merusak) yang menggunakan spesemen akan hemat dan bisa dijangkau tanpa merusak semua bahan yang ada serta bisa digunakan untuk menjaring populasi yang jumlanya banyak. Sedangkan besar kecilnya sampel yang diambil akan dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Senin, 22 Maret 2010

HIPOTESIS

Hipotesis termasuk ke dalam salah satu langkah-langkah penelitian, karena dalam tujuan penelitian adalah untuk mengetahui sesuatu pada tingkat tertentu dipercaya sebagai sesuatu yang benar. Hipotesis dalam penelitian banyak memberikan manfaat, baik dalam hal proses dan langkah penelitian maupun dalam memberikan penjelasan suatu gejala yang diteliti. Pada hakikatnya hipotesis merupakan sebuah jawaban sementara atau dugaan, dan sudah pasti jawaban tersebut belum tentu benar, dan karenanya perlu dibuktikan atau diuji kebenarannya.

A. Pengertian Hipotesis
Telah dikatakan sebelumnya, bahwa tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui sesuatu yang pada tingkat tertentu yang dapat dipercaya sebagai sesuatu yang benar. Hal ini bertitik tolak dari pertanyaan yang disusun dalam bentuk masalah penelitian, dimana pertanyaan-pertanyaan tersebut disusun dengan menggunakan jawaban sementara yang kemudian dibuktikan melalui penelitian empiris. Oleh sebab itu, hipotesis merupakan bagian dari langkah-langkah penelitian. Biasanya hipotesis ini diajukan setelah merumuskan masalah. Hal ini dapat dikatakan cukup rasional sebab hipotesis pada hakikatnya adalah jawaban sementara atau dugaan jawaban dari masalah. Dengan kata lain, jawaban tersebut belum merupakan jawaban yang pasti atau jawaban yang benar, oleh sebab itu diperlukan dengan pembuktian atau diuji kebenarannya.
Hipotesis berasal dari kata hypo = sebelum atau bawah dan thesis = pernyataan atau pendapat. Dapat diartikan bahwa hipotesis adalah suatu pernyataan yang pada waktu diungkapkan belum diketahui kebenarannya, tetapi memungkinkan untuk diuji dalam kenyataan empiris. Hipotesis juga berarti pendapat yang kebenarannya masih rendah atau kadar kebenarannya masih belum meyakinkan. Dan kebenaran tersebut perlu diuji atau dibuktikan. Dalam hal pembuktian atau pengujian ini dilakukan melalui bukti-bukti secara empiris, yaitu melalui data-data atau fakta-fakta di lapangan. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa hipotesis membutuhkan dukungan berupa data atau fakta yang empiris, hal ini dilakukan karena sifat dari hipotesis ini sementara. Hipotesis dinyatakan ditolak atau diterima. Selain itu hipotesis harus dibuat dalam setiap penelitian yang bersifat analitis. Untuk penelitian yang bersifat deskriptif, dimaksudkan untuk mendeskripsikan masalah yang diteliti, hipotesis tidak perlu dibuat, sebab tidak pada tempatnya.
Dalam melakukan penelitian, langkah hipotesis ini banyak memberikan manfaat, baik dalam hal proses dan langkah penelitian maupun dalam memberikan penjelasan suatu gejala yang diteliti. Telah dikatakan bahwa hipotesis memberikan manfaat dalam hal proses dan langkah penelitian terutama dalam menentukan proses pengumpulan data seperti metode penelitian, instrument yang harus digunakan, sampel atau sumber data, dan teknik analisis data. Sedangkan manfaat hipotesis dalam hal penjelasan gejala yang diteliti dapat dilihat dari pernyataan hubungan variabel-variabel penelitian. selain kedua manfaat di atas, terdapat juga manfaat lain dari hipotesis, yaitu memudahkan peneliti dalam menarik kesimpulan penelitian, yakni menarik pernyataan-pernyatan hipotesis yang telah diuji kebenarannya. Dengan demikian akan mempermudah peneliti untuk menangkap makna kesimpulan penelitian. Menurut Ary Donald, bahwa fungsi hipotesis ada empat, antara lain :
1. Memberikan penjelasan tentang gejala-gejala serta memudahkan perluasan pengetahuan dalam suatu bidang.
2. Mengemukakan pernyataan tentang hubungan dua konsep yang secara langsung dapat diuji dalam penelitian.
3. Member arah pada penelitian.
4. Member kerangka pada penyusunan kesimpulan penelitian.
Ada beberapa faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam penyusunan hipotesis, dan fungsi-fungsi di atas dapat berjalan secara efektif, apabila faktor-faktor tersebut diperhatikan dan dilakukan secara benar. Faktor-faktor tersebut, terdiri dari :
1. Hipotesis disusun dalam kalimat deklaratif. Artinya bahwa kalimat itu bersifat positif dan tidak normatif. Istilah-istilah seperti seharusnya atau sebaiknya tidak terdapat dalam kalimat hipotesis.
2. Variabel (variabel-variabel) yang dinyatakan dalam hipotesis adalah variabel yang operasional, dalam arti dapat diamati dan diukur.
3. Hipotesis menunjukkan hubungan tertentu di antara variabel-variabel.

Hipotesis terbagi dalam tiga macam, yaitu :
1. Hipotesis Deskriptif yaitu hipotesis yang tidak membandingkan dan menghubungkan dengan variabel lain atau hipotesis yang dirumuskan untuk menentukan titik peluang, hipotesis yang dirumuskan untuk menjawab permasalahan taksiran (estimatif). Contohnya: “Tindakan Kepala Sekolah dalam penegakan disiplin di SMP Negeri 16 Kota Sukabumi paling tinggi 40% dari nilai ideal.
2. Hipotesis komparatif dirumuskan untuk memberikan jawaban pada permasalahan yang bersifat membedakan. Misalnya: “Ada perbedaan siswa yang mempunyai cita-cita (program) dengan siswa yang hanya sekedar sekolah dalam rangka Mendisiplinkan diri pada SMP Negeri di Kota Sukabumi, bahwa siswa yang mempunyai cita-cita (program) lebih baik daripada siswa yang hanya sekedar sekolah.
3. Hipotesis asosiatif yaitu dirumuskan untuk memberikan jawaban pada permasalahan yang bersifat hubungan. Misalnya: “Ada hubungan yang signifikan antara kemampuan membaca pemahaman dan berpikir logis dengan kemampuan menulis eksposisi di Kota Sukabumi.

Dari sifat hubungan ini hipotesis penelitian terbagi dalam tiga jenis, yaitu :
1. Hipotesis hubungan simetris, ialah hipotesis yang menyatakan hubungan yang bersifat kebersamaan antara dua variabel atau lebih, tetapi tidak menunjukkan sebab akibat.
2. Hipotesis hubungan sebab akibat (kausal) ialah hipotesis yang menyatakan hubungan bersifat mempengaruhi antara dua variabel atau lebih.
3. Hipotesis hubungan interaktif ialah hipotesis hubungan antara dua variabel atau lebih yang bersifat saling mempengaruhi.
Hipotesis sebagai jawaban sementara atau dugaan jawaban dari pertanyaan penelitian, tidak asal dalam menduga-duga. Jawaban sementara tersebut harus mendekati kebenaran, artinya harus menggunakan logika berpikir rasional atau berpikir deduktif, bisa pula dari hasil berpikir empiris atau berpikir induktif. Penelitian terhadap hipotesis yang diangkat dari pengamatan empiris sering menunjukkan kebenaran sehingga pemecahan masalahnya mendekati kebenaran. Namun hipotesis yang diangkat dari hasil pengamatan ini hasilnya kurang memiliki daya penjelas dan terbatas sehingga generalisasinya kurang dapat diandalkan, sekalipun kegunaannya mempunyai nilai praktis.


B. Menyusun Hipotesis
Hipotesis dapat disusun melalui dua pendekatan, yang pertama secara deduktif dan yang kedua secara induktif. Penyusunan hipotesis secara deduktif ditarik dari teori. Suatu teori yang terdiri atas proposisi-proposisi, sedangkan proposisi menunjukkan hubungan antara dua konsep. Proposisi ini merupakan postulat-postulat yang dari padanya disusun hipotesis. Penyusunan hipotesis secara induktif bertolak dari pengamatan empiris.
Pada model Wallace tentang proses penelitian ilmiah dalam Bab II “Penelitian Sebagai Proses Ilmiah” telah dijelaskan penjabaran hipotesis dari teori dengan metode deduksi logis. Teori terdiri atas seperangkat proposisi, sedangkan proposisi menunjukkan hubungan di antara dua konsep. Misalnya, teori A terdiri atas proposisi-proposisi X-Y, Y-Z, dan X-Z. dari ketiga proposisi itu dipilih proposisi yang diminari dan relevan dengan peristiwa pengamatan, misalnya proposisi X-Y. bertitik tolak dari proposisi itu diturunkan hipotesis secara deduksi. Konsep-konsep yang terdapat dalam proposisi diturunkan dalam pengamatan menjadi variabel-variabel.
Dan telah dikatakan sebelumnya bahwa hipotesis dapat juga disusun secara induktif. Dari pengalaman kita di masa lampau, kita mengetahui bahwa kecelakaan-kecelakaan kendaraan bermotor di jalan raya kebanyakan disebabkan oleh supir yang menjalankan kendaraannya dengan kecepatan tinggi. Bertolak dari pengalaman ini kita menyusun hipotesis: Ada hubungan positif antara kecepatan laju kendaraan dengan kecelakaan lalu lintas.
Sehubungan dengan penyusunan hipotesis ini, Debold B. Van Dallen mengemukakan postulat-postulat yang diturunkan dari dua jenis asumsi, yaitu postulat-postulat berdasarkan asumsi proses psikologis. Postulat-postulat yang bersumber dari kenyataan-kenyataan alam adalah :
1. Postulat Jenis (Natural Kinds)
Dalam postulat ini menunjukkan bahwa adanya kemiripan antara obyek-obyek individual tertentu yang memungkinkan mereka untuk dikempokkan ke dalam satu kelas tertentu.
2. Postulat Keajekan (Constancy)
Di ala mini ada hal-hal yang menurut pengamatan kita selalu berulang-ulang dengan pola yang sama.
3. Postulat Determinisme
Suatu kejadian tidak secara kebetulan, tetapi ada penyebabnya. Misalnya, seperti gunung meletus bukanlah suatu kebetulan, tetapi merupakan akibat dari suatu proses geologis yang bekerja di dalam bumi. Ada postulat sebab akibat yang menyatakan bahwa suatu peristiwa terjadi karena sesuatu atau beberapa sebab. Postulat ini dipakai untuk menyusun suatu hipotesis untuk menerangkan peristiwa tertentu.

C. Kerangka Hipotesis
Variabel secara sederhana dapat diartikan cirri dari individu, objek , gejala, peristiwa yang dapat diukur secara kuantitatif ataupun kualitatif. Hasil pengukuran suatu variabel bisa konstan atau tetap, bisa pula berubah-ubah. Variabel dalam penelitian dibedakan menjadi dua kategori utama, yaitu variabel bebas dan variabel terikat atau variabel independen dan variabel dependen.
Jumlah variabel yang tercakup dalam suatu hipotesis dan bentuk hubungan di antara variabel-variabel itu sangat menentukan alat uji hipotesis. Hipotesis yang hanya terdiri atas satu variabel akan diuji dengan univariate analysis. Dan ada juga yang mencakup dua variabel, yang akan diuji melalui bivariate analysis. Salah satu variabel pada hipotesis dengan bivariate analysis itu berfungsi sebagai variabel yang dijelaskan atau variabel tidak bebas, dan yang satunya berfungsi sebagai vaiabel yang menerangkan atau variabel bebas. Satu variabel dapat dijelaskan oleh seperangkat variabel bebas secara bivariate. Bisa dikatakan bahwa variabel terikat menjadi tolok ukur atau indicator keberhasilan variabel bebas. Misalnya: “ Motivasi dapat ditempatkan sebagai variabel bebas apabila akan dilihat intensitasnya dalam hal produktifitas.

D. Model Relasi
Hubungan variabel dengan variabel dalam hipotesis mempunyai model yang berbeda-beda. Pengertian hubungan di sini tidak sama dengan pengertian hubungan dalam pembicaraan sehari-hari. Hubungan di sini diartikan sebagai relasi, yaitu himpunan dengan elemen yang terdiri dari pasangan urut. Himpunan yang demikian dibentuk dari dua himpunan yang berbeda. Hubungan variabel-variabel pada hipotesis dapat digolongkan dalam 3 model, yaitu:
1. Model Kontingensi;
2. Model Asosiatif;
3. Model Fungsional

Ketiga model ini akan berkembang lagi menjadi 10 jika dihubungkan dengan skala pengukuran sebagai berikut:
Skala Pengukuran Variabel Model
Kontingensi Asosiatif Fungsional
Nominal V
Ordinal V V
Interval V V V
Ratio V V V

1. Model Kontingensi
Hubungan dengan model kontingensi dinyatakan dalam bentuk table silang. Misalnya hubungan di antara variabel “agama” dan variabel “partai politik” pada pemilu 1997. Yang kita inginkan ialah mengetahui hubungan antara agama dan politik pada 500 orang pemilih pada tahun 1997 di daerah tertentu. variabel “partai politik” dengan tiga kategori (PPP, GOLKAR, dan PDI) adalah variabel nominal. Dan variabel “agama” dengan lima kategori (Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha) disebut juga kategori nominal. Dengan menyilangkan kedua variabel, maka didapat 3x5 =15 kontingen dalam hubungan itu. Isi masing-masing kontingen dapat juga dibuat dalam bentuk persentase atau proporsi. Model kontingensi ini mempunyai bentuk umum: b x k (baris x kolom). Table 3x2 misalnya adalah table yang terdiri atas 3 baris dan 2 kolom.
2. Model Asosiatif
Model ini terdapat di antara dua variabel yang sama-sama ordinal, atau sama-sama interval, atau sama-sama ratio, atau juga salah satu dari ordinal atau interval. Variabel-variabel ini mempunyai pola monoton linier. Artinya, perubahan dari variabel yang bersangkutan bergerak naik terus tanpa turun kembali, atau sebaliknya turun terus tanpa naik kembali. Hubungan kedua variabel tersebut disebut dengan hubungan kovariasional, artinya berubah bersama. jika variabel x berubah menjadi makin naik, maka variabel y juga berubah makin naik atau makin turun. Jika kedua variabel berubah ke arah yang sama, maka hubungan itu disebut hubungan positif. Tetapi, jika kedua variabel itu berubah pada arah yang berlawanan, maka hubungan itu disebut hubungan negatif.
Hubungan asosiatif atau koveriasional atau hubungan kolerasi bukanlah hubungan sebab akibat, tetapi hanya menunjukkan bahwa keduanya sama-sama berubah.
3. Hubungan Fungsional
Hubungan fungsional adalah antara suatu variabel yang berfungsi di dalam variabel lain. Misalnya hubungan antara “obat” dan “penyakit”. Obat disebut dengan fungsional jika ia bisa menyembuhkan penyakit. Berbeda dengan hubungan asosiatif di mana kedua variabel berdampingan satu dengan yang lain, pada hubungan fungsional variabel yang satu (independent) berfungsi di dalam variabel yang lain (dependent), sehingga variabel dependent itu mengalami perubahan.
Hubungan fungsional adalah hubungan korelasional, tetapi hubungna korelasional belum tentu hubungan fungsional. Jika hubungan kolerasi itu cukup tinggi (erat), maka dapat diduga bahwa ada hubungan fungsional di antara kedua variabel.

E. Hipotesis Nol
Pembuktian hipotesis dilakukan dengan mengumpulkan data yang relevan dengan variabel-variabel yang bersangkutan. Pada saat menggunakan pengujian statistik, maka harus menggunakan dua macam hipotesis yaitu hipotesis alternatif dan hipotesis nihil atau nol. Hipotesis nihil atau nol dengan simbol (Ho) inilah sebenarnya yang diuji secara statistic dan merupakan pernyataan tentang parameter yang bertentangan dengan keyakinan peneliti, (Ho) sementara waktu dipertahankan benar-benar hingga pengujian statistik mendapatkan bukti yang menentang atau mendukungnya. Apabila dari pengujian statistic diperoleh keputusan yang mendukung atau setuju dengan (Ho) maka dapat dikatakan bahwa (Ho) diterima. Sebaliknya, jika diperoleh keputusan yang membelot atau bertentangan dengan keputusan (Ho), maka dapat diambil tindakan bahwa (Ho) ditolak.

F. Jenis Pengujian Hipotesis
Jenis pengujian hipotesis yang dikenal dengan peneliti ada dua yaitu hipotesis direksional (hipotesis langsung) dan hipotesis non direksional (hipotesis tidak langsung). Hal ini dapat terlihat dalam uraian sebagai berikut:
1. Hipotesis Direksional adalah rumusna hipotesis yang arahnya sudah jelas atau disebut juga hipotesis langsung. Sedangkan pengujian hipotesis direksional terdiri dari dua yaitu uji pihak kiri dan uji pihak kanan.
2. Hipotesis Non Direksional (hipotesis tidak langsung) adalah hipotesis yang tidak menunjukkan arah tertentu.
Dalam merumuskan hipotesis hendaklah mempertimbangkan hal-hal sebagai baerikut:
1. Hipotesis hendaklah menyatakan pertautan antara dua variabel atau lebih
2. Hipotesis hendaklah dinyatakan dalam kalimat deklaratif atau pernyataan.
3. Hipotesis hendaklah dirumuskan secara jelas dan padat
4. Hipotesis hendaklah dapat diuji, artinya hendaklah orang mungkin mengumpulkan data menguji kebenaran hipotesis itu
Apabila kita memperhatikan dan mempertimbangkan hal-hal di atas, maka kita akan mengetahui apakah hipotesis itu baik atau tidak. Kita akan mengtahui hipotesis tersebut baik apabila mempunyai cirri-ciri sebagai berikut:
1. Hipotesis mempunyai kekuatan untuk menjelaskan suatu gejala. Kekuatan menjelaskan suatu gejala mengandung pengertian bahwa hipotesis tersebut variable-variabelnya menyatakan hubungan rasional sehingga mampu memberikan penjelasan terhadap pemecahan masalah penelitian.
2. Variable dalam hipotesis dinyatakan dalam kondisi tertentu.
3. Hipotesis harus dapat diuji. Dapat tidaknya suatu hipotesis dilakukan dengan pengujian, tergantung pada variabelnya.
4. Hipotesis tidak bertentangan dengan toeri yang sudah mapan.terlepas dari apakah teori yang sudah diuji kebenarannya cocok atau tiak dengan kondisi tertentu di lapangan, hipotesis harus tetap berpegang kepada teori yang telah mapan atau yang kebenarannya telah diterima secara universal.
Dalam penelitian bagaimanapun baiknya hipotesis, bisa saja tidak terbukti kebenarannya. Artinya data yang diverifikasi secara empiris tidak menunjukkan bukti-bukti yang kuat untuk menerima hipotesis penelitian.

Senin, 08 Maret 2010

KONSEPTUALISASI MASALAH PENELITIAN

Telah dikatakan sebelumnya bahwa untuk melakukan penelitian itu berawal dari sebuah masalah yang harus dicari jalan keluarnya, masalah tersebut membutuhkan sebuah penelitian untuk menemukan jawabannya. Tetapi, jawaban sebuah masalah yang ada harus berdasarkan fakta yang ada, kemudian penelitian tersebut dilakukan secara logis dan empiris. Adanya jawaban dari sebuah masalah didapatkan melalui penelitian dengan langkah-langkah tertentu. langkah-langkah penelitian tersebut antara lain :
> Identifikasi, pemilihan dan perumusan masalah
> Penelaahan kepustakaan
> Penyusunan hipotesis
> Identifikasi, klasifikasi, dan pemberian definisi operasional variabel-variabel
> Pemilihan atau pengembangan alat-alat pengambilan data
> Penyusunan rancangan penelitian
> Penentuan sampel
> Pengumpulan data
> Pemecahan dan analisis data
> Interpretasi hasil analisis
> Penyusunan laporan
Langkah-langkah penelitian di atas harus dilakukan secara berurutan atau runtut, agar mudah dalam memecahkan masalahnya. Karena apabila terdapat kesalahan dalam salah satu langka-langkah penelitian di atas, maka dapat mudah dilihat langkah apa yang harus diperbaiki dan apa penyebab kesalahan tersebut.
Dalam pembahasan kali ini, saya akan menjelaskan tentang identifikasi, pemilihan dan perumusan masalah. Kemudian identifikasi, klasifikasi dan definisian operasional variabel-variabel dan terakhir akan dijelaskan tentang skala pengukuran. Langkah-langkah ini termasuk kedalam konseptualisasi masalah penelitian. Konseptualisasi adalah proses pembentukan konsep dengan bertitik tolak pada gejala-gejala pengamatan. Proses ini berjalan secara induktif, dengan mengamati sejumlah gejala secara individual, kemudian merumuskannya dalam bentuk konsep.

A. Identifikasi, Pemilihan dan Perumusan Masalah.
Masalah yaitu terjadinya kesenjangan (gap) antara das sollen (harapan) dan das sein (kenyataan).
Identifikasi masalah biasanya mendeteksi, melacak, menjelaskan aspek permasalahan yang muncul dan berkaitan dari judul penelitian atau dengan masalah juga variabel yang akan diteliti. Hasil identifikasi ini dapat diangkat dari sejumlah masalah yang saling keterkaitan satu dengan yang lainnya. Identifikasi masalah merupakan proses merumuskan permasalahan-permasalahan yang akan diteliti. Proses merumuskan permasalahan-permasalahan ini akan memudahkan proses selanjutnya, selain itu juga memudahkan pembaca untuk memahami hasil penelitian, yang kemudian permasalahan yang muncul dirumuskan dalam bentuk pertanyaan tanpa ada tanda tanya. Tetapi, proses identifikasi ini akan mudah dilakukan apabila dalam latar belakang penelitian penjelasannya telah dikemukakan dengan lengkap dan jelas.
Dalam proses ini harus dituliskan berbagai masalah yang ada pada objek yang akan diteliti, dan harus dikemukakan secara jelas termasuk juga objek yang tidak akan diteliti. Untuk dapat mengidentifikasi masalah dengan baik maka peneliti harus melakukan studi pendahuluan pada objek yang diteliti, melakukan observasi, dan wawancara ke berbagai sumber, sehingga semua permasalahan dapat diungkapkan. Apabila semua permasalahan tersebut telah diketahui, selanjutnya dikemukakan hubungan satu masalah dengan masalah yang lain. Masalah apa saja yang diduga berpengaruh positif dan negatif terhadap masalah yang diteliti, maka masalah tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk variabel. Jadi, identifikasi masalah harus dapat menggambarkan permasalahan yang ada dalam topik atau judul penelitian. pertanyaan-pertanyaan yang ada pada identifikasi masalah harus dijawab pada bagian penelitian dan pembahasan. Identifikasi masalah yang diajukan tidak harus dibatasi dengan ketentuan jumlah variabel yang dilibatkan dalam penelitian, artinya jika variabel yang dilibatkan dalam penelitian ada dua variabel bebas atau satu variabel terikat, maka jumlah pernyataan masalahnya tidak harus ada tiga, tetapi pernyatan permasalahan bisa juga satu variabel apabila pernyataan tersebut memuat seluruh permasalahan yang akan diteliti. Dalam identifikasi masalah juga dapat menunjukkan alat analisis apa yang akan dipakai serta kedalaman dan keluasan penelitian itu. Identifikasi masalah ini didapatkan melalui beberapa sumber diantaranya :
1. Bacaan, terutama bacaan yang berisi laporan hasil penelitian
2. Seminar, diskusi, konferensi dan lain-lain pertemuan ilmiah
3. Pernyataan pemegang otoritas
4. Pengamatan selintas
5. Pengalaman pribadi
6. Perasaan intuitif
Sumber-sumber diatas dapat membantu kita dalam menentukan identifikasi masalah, selain itu banyak pengetahuan baru yang akan didapatkan dari sumber-sumber diatas.
Setelah identifikasi masalah di atas telah dilakukan, maka langkah selanjutnya ialah pemilihan masalah. Dalam pemilihan masalah ini, ada dua pertimbangan yang harus dilakukan dalam memilih suatu permasalahan, yaitu :
1. Pertimbangan mengenai arah masalahnya. Artinya menggunakan pertimbangan akan sumbangan yang diberikan kepada : pengembangan teori dalam bidang yang bersangkutan dengan dasar teoritis penelitiannya dan juga pemecahan masalah-masalah praktis.
2. Pertimbangan mengenai arah calon peneliti. Artinya, berapa biaya yang harus dikelurkan, kemudian waktu yang dapat digunakan serta alat-alat dan perlengkapan yang tersedia. Selain itu, dalam penguasaan metode yang diperlukan dalam melakukan penelitian.
Pertimbangan-pertimbangan di atas harus benar-benar di pikirkan terlebih dahulu, supaya dalam pengerjaannya nanti tidak menghambat penelitian. Setelah pertimbangan-pertimbangan itu telah dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah merumuskan masalah.
Merumuskan masalah ini merupakan sebuah pekerjaan yang sulit bagi setiap peneliti. Tetapi, apabila kita mempunyai pengetahuan yang luas mengenai toeri-teori dan hasil-hasil penelitian para ahli terdahulu dalam bidang-bidang yang terkait dengan masalah yang akan diteliti. Untuk mempermudah proses ini, maka rumusan masalah dapat dinyatakan dalam bentuk kalimat bertanya setelah didahului uraian tentang masalah penelitian, variabel-variabel yang diteliti dan kaitan antara satu variabel dengan variabel lainnya. Perumusan masalah merupakan upaya untuk menyatakan secara tersurat pertanyaan-pertanyaan yang hendak dicarikan jawabannya. Perumusan masalah merupakan pernyataan yang lengkap dan rinci mengenai ruang lingkup masalah yang akan diteliti berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah. Rumusan masalah hendaknya disusun secara singkat, padat, jelas, dan dituangkan dalam bentuk kalimat tanya. Rumusan masalah yang baik akan menampakkan variabel-variabel yang diteliti, jenis atau sifat hubungan antara variabel-variabel tersebut, dan subjek penelitian. Selain itu, rumusan masalah hendaknya dapat diuji secara empiris, dalam arti memungkinkan dikumpulkannya data untuk menjawab pertanyaan yang diajukan.
Rumusan masalah ini merupakan salah satu langkah dari konseptualisasi masalah penelitian. telah disebutkan sebelumnya, bahwa konseptualisasi adalah proses pembentukan konsep dengan bertitik tolak pada gejala-gejala pengamatan. Proses ini berjalan secara induktif, dengan mengamati sejumlah gejala secara individual, kemudian merumuskannya dalam bentuk konsep. Konsep bersifat abstrak, sedangkan gejala bersifat konkret.

Konsep berada dalam bidang teoritis (logika), sedangkan gejala berada dalam dunia empiris (factual). Memberikan pada konsep gejala itulah yang disebut dengan konseptualisasi. Menurut Babbie bahwa konsep sebagai proses dengan mana kita member nama yang khusus secara tepat yang menggambarkan apa yang kita maksudkan atau the process trough which we specify precisely what we mean when we use particular terms. Proses ini diawali dengan mengungkapkan permasalahn penelitian, latar belakangnya, perumusannya dan signifikansinya. Karena masalah itu penting untuk diteliti baik segi akademisnya maupun segi praktisnya. Artinya, dari segi kepentingan akademis, bahwa suatu penelitian bisa mengukuhkan teori yang ada dan dapat juga menyangkalnya juga merevisinya. Sedangkan dari segi kepentingan praktisnya berhubungan dengan pentinya penelitian itu dalam mengembangkan program atau pekerjaan tertentu. suatu masalah dapat dilihat dari dua aspek, yaitu aspek empiris dan aspek logis atau rasional. Karena masalah itu adalah terjadinya kesenjangan (gap) antara das sollen (harapan) dan das sein (kenyataan), maka dalam suatu peristiwa bisa disebut sebagai masalah jika terdapat kesenjangan antara apa yang ada dan apa yang seharusnya, antara kenyataan yang ada dan apa yang diharapkan.

Oleh sebab itu, masalah dapat dikelompokkan dalam 3 kategori, terdiri atas :
1. Masalah filosofis
2. Masalah kebijakan, dan
3. Masalah ilmiah.
Masalah filosofis artinya, bahwa jika gejala-gejala empirisnya tidak sesuai dengan pandangan hidup yang ada dalam masyarakat. Untuk masalah kebijakan, artinya bahwa perilaku-perilakku atau kenyataan-kenyataan yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh si pembuat kebijakan. Sedangkan masalah yang tergolong kategori masalah ilmiah adalah kenyataan-kenyataan yang tidak sesuai dengan teori ilmu pengetahuan.
Masalah social menandakan diri pada conflict issue yang dapat ditangkap dari peristiwa-peristiwa yang ada dalam masyarakat. Isu-isu tersebut dapat ditangkap melalui pengamatan langsung atau dari media lainnya termasuk dari pokok-pokok pembicaraan yang berkembang dalam masyarakat. Yang harus kita sadari bahwa dari suatu isu yang pragmatis dapat ditarik berbagai masalah, hal ini tergantung dari sudut manakah masalah tersebut dilihat. Dari perangkat proposisi yang ada dalam teori tersebut kita memilih yang sesuai dengan isu dan yang cukup menarik minat itu. Pada gambar berikut ini dapat dilihat bagaimana merumuskan masalah dari isu yang ada dengan mempertemukan gejala-gejala factual dengan teori.
Untuk merumuskan masalah perlu diperhatikan dua pertanyaan pokok yang membantu memperjelas masalah. Pertanyaan pertama ialah tentang mengapa masalah itu penting. Dalam jawabannya harus mengungkapkan dahulu latar belakang permasalahannya. Melalui sumber-sumber yang relevan juga harus mencoba berbagai penelitian yang pernah dilakukan menyangkut masalah tersebut. Dari percobaan tersebut, kita dapat mengungkapkan signifikansi atau pentingnya penelitian yang akan dilakukan.
Sedangkan pertanyaan kedua adalah apa masalahnya. Untuk menjawab pertanyaan ini, harus dilakukan penjajakan di sekitar lokasi penellitian, yang hasilnya kan mengungkapkan gejala-gejala khusus dari setiap individu yang bermasalah. Dengan menggunakan metode induksi, maka kita dapat merumuskan konsep yang merupakan fokus penelitian kita. Selanjutnya dengan konsep tersebut kita merumuskan masalah penelitian secara eksplisit.
Dengan kata lain, bahwa cara merumuskan masalah penelitian ialah dengan :
1. Dirumuskan dengan kalimat tanya.
2. Rumusan tersebut hendaklah padat dan jelas.
3. Member petunjuk tentang mungkinnya mengumpulkan data guna menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam rumusan itu.

B. Identifikasi, Klasifikasi dan Variabel
Telah disebutkan sebelumnya bahwa konseptualisasi adalah proses member konsep pada gejala-gejala yang dipermasalahkan. Konsep bersifat abstrak, tetapi menunjuk pada objek-objek tertentu yang konkret. Objek konkret tersebut bersifast individual, yang berbeda satu dengan yang lain. Sifat dari objek-objek yang berbeda-beda itu adalah :
1. Mempunyai ciri umum yang sama, yang membuat mirip satu sama lain, sehingga semuanya dapat dijadikan satu definisi.
2. Setiap objek berbeda, masing-masing mempunyai cirri tersendiri yang membedakannya dengan objek lain.dari perbedaan-perbedaan itulah timbul objek-objek yang bervariasi, sebab itu disebut dengan variabel.
3. Perbedaan-perbedaan pada setiap objek terletak pada ukuran masing-masing, baik ukuran yang bersifat kuantitatif maupun yang bersifat kualitatif.
Dari salah satu sifat di atas, ada yang disebut variabel. Variabel adalah segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan penelitian. Faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa / gejala yang akan diteliti. Suatu konsep dapat disebut variabel jika ia menampakkan variasi pada objek-objek yang ditunjuknya. Jadi, konsep bukanlah variabel jika tidak tampak variasi pada objek-objek itu.
Variabel diklasifikasikan menjadi 2, yaitu berdasarkan fungsinya dan berdasarkan proses kuantifikasinya. Variabel yang berdasarkan fungsinya terbagi dalam 5 golongan, terdiri atas :
1. Variabel nominal yaitu variabel yang ditetapkan berdasarkan atas proses penggolongan sifat: deskrit dan saling pilah (mutually exclusive) antara kategori satu dengan yang lain
2. Variabel ordinal yaitu variabel yang disusun atas jenjang dalam atribut
3. Variabel internal yaitu variabel dihasilkan dari pengukuran, yang di dalam pengukuran itu diasumsikan terdapat satuan (unit) pengukuran yang sama.
4. Variabel rasio yaitu variabel yang dalam kuantifikasinya mempunyai nol mutlak.
Sedangkan variabel yang berdasarkan proses kuantifikasinya terdiri dari :
1. Variabel tergantung yaitu variabel yang dipengaruhi variabel lain
2. Variabel bebas
3. Variabel moderator
4. Variabel kendali
5. Variabel rambang yaitu variabel yang diabaikan pengaruhnya
Variabel secara sederhana juga diartikan sebagai ciri dari individu, objek, gejala, peristiwa, yang dapat diukur secara kuantitatif atau kualitatif. Dan hasil pengukuran suatu variabel bisa konstan atau tetap, bisa pula berubah-ubah. Tetapi dalam penelitian variabel yang sering digunakan dibedakan menjadi dua kategori utama, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas adalah variabel perlakkuan atau sengaja dimanipulasi untuk diketahui intensitasnya atau pengaruhnyaterhadap variabel terikat. Sedangka variabel terikat adalah variabel yang timbul akibat variabel bebas atau respons dari variabel bebas.

C. Skala Pengukuran
Selain bisa diamati, sifat kedua dari indikator empiris adalah dapat diukur pada skala tertentu. pengukuran itu bertujuan untuk membedakan yang satu dengan yang lain. Contohnya, apabila dalam penelitian yang satu lebih besar atau lebih kecil daripada yang lain. Dalam proses pengukuran ini, harus menggunakan alat atau instrument untuk memudahkan dalam dalam pengukuran. Alat ukur atau instrument yang dipakai harus konsisten sehingga hasilnya dapat dipercaya, kemudian alat ukur tersebut harus valid agar mendapatkan hasil yang benar-benar dipercaya.
Instrument penelitian adalah alat untuk memperoleh data. Alat yang akan digunakan harus sesuai dengan jenis data yang diinginkan. Instrument ini juga digunakan sebagai alat pengumpul data yang pada hakikatnya adalah mengukur variabel penelitian. sedangkan pengukuran adalah suatu proses pemberian angka pada setiap objek dalam skala tertentu. Ada empat hasil skala pengukuran, yaitu skala nominal atau penggolongan, skala ordinal atau penggolongan dan urutan, skala interval atau memiliki sifat penggolongan, urutan dan jarak, dan terakhir skala rasio atau memiliki sifat penggolongan, urutan, jarak dan rasio/nisbah. Skala pengukuran ini dapat dilihat pada gambar berikut :
Pengukuran terhadap suatu variabel berarti pemberian abgka-angka untuk memperoleh ciro pokok variabel yang diukur. Setiap angka memiliki corak urutan, jarak dan asal yaitu angka nol. Keempat hasil skla tersebut memiliki ciri yang sama dalam hal corak urutan, tetapi berbeda dalam hal jarak asal. Hal ini dapat dilihat dalam gambar berikut :
Tanpa titik nol Memiliki titik nol
Tidak ada jarak Skala ordinal
Skala nominal Skala ordinal
dengan titik nol
Ada jarak Skala interval Skala rasio

Skala pengukuran tersebut akan dijelaskan sebagai berikut :
1. Skala Nominal
Skala nominal yaitu skala yang paling sederhana, yang disusun menurut jenis (kategorinya) atau fungsi bilangan hanya sebagai symbol untuk membedakan sebuah karateristik dengan karakteristik lainnya. Skala nominal ini hanya mengkategorikan objek atau individu ke dalam data kualitatif, bukan data kuantitatif. Ada beberapa ciri-ciri dari skala nominal antara lain : hasil perhitungan dan tidak dijumpai bilangna pecahan, angka yang tertera hanya label saja, tidak mempunyai urutan (ranking), tidak mempunyai ukuran baru, dan juga tidak mempunyai nol mutlak. Dan tes yang digunakan adalah tes non parametrik. Biasanya agka nominal hanya bisa diolah dengan cara meleporkan jumlah hasil pengamatan dari setiap kategori, misalnya menghitung beraoa banyak angka 2 (menyatakan putih) dari objek yang diteliti.


2. Skala Ordinal
Skala ordinal ialah skala yang didasarkan pada ranking diurutkan dari jenjang yang lebih tinggi sampai jenjang terendah atau sebaliknya. Analisis statistik yang digunakan ialah statistik non parametrik. Skala ordinal ini menunjuk pada pengertian posisi relatif individu atau objek yang diteliti.
3. Skala Interval
Skala interval ialah skala yang memberi atau mempunyai jarak yang sama dari satu titik asal yang tetap. Dalam skala interval, sifat nominal dan sifat ordinal berada di dalamnya. Hubungan, urutan serta jarak antara angka-angka dalam skala interval mempunyai arti tersendiri. Dan penggunaan skala interval bisa lebih luas, sebab angka dalam skala interval bisa diolah secara matematis seperti jumlah, tambah, kurang, bagi, kali dan sebagainya.
4. Skala Rasio
Skala rasio adalah skala pengukuran yang mempunyai nilai nol mutlak dan mempunyai jarak yang sama. Pengukuran dengan menggunakan alat ukur baku seperti cm untuk mengukur panjang dan tinggi, kemudian ons untuk berat akan menghasilkan skala rasio. Seluruh prosedur dan analisis matematika dan statistika dapat digunakan dalam mengolah data skala rasio.
Sehingga dapat dikatakan, bahwa skala rasio adalah skala yang paling tinggi, disusul dengan skala interval, kemudian skala ordinal dan yang terakhir skala nominal. Oleh karena itu, skala rasio dapat diubah pada skala interval, skala interval dapat diubah pada skala ordinal, dan skala ordinal dapat diubah pada skala nominal. Tetapi pada umumnya, skala nominal tidak bisa diubah pada skala ordinal, skala ordinal tidak bisa diubah pada skala interval dan skala interval tidak bisa diubah pada skala rasio.

Senin, 01 Maret 2010

PENELITIAN SEBAGAI PROSES ILMIAH

A. Dua Pilar Ilmu Pengetahuan
Penelitian adalah suatu penyelidikan atau suatu usaha pengujian yang dilakukan secara teliti, dan kritis dalam mencari fakta-fakta atau prinsip-prinsip dengan menggunakan langkah-langkah tertentu. Dalam mencari fakta-fakta ini diperlukan usaha yang sistematis untuk menemukan jawaban ilmiah terhadap suatu masalah. Dari kata mencari fakta-fakta dan menggunakan langkah-langkah tertentu inilah kita dapat mengetahui dengan jelas bahwa untuk melakukan sebuah penelitian harus melalui proses ilmiah. Karena dalam penelitian nanti kita akan menemukan masalah yang harus ditemukan jawaban kebenarannya dengan menggunakan metode ilmiah dan dilakukan dengan proses ilmiah pula. Masalah akan muncul apabila kita mempunyai keraguan tentang sesuatu dalam ilmu pengetahuan, keraguan itu merupakan sebuah masalah. Masalah tersebut dapat dikembangkan, serta di uji ilmu pengetahuannya berdasarkan atas prinsip-prinsip, teori-teori yang disusun secara sistematis melalui proses yang intensif dalam pengembangan generalisasi, dalam prosesnya pun menggunakan metode ilmiah yang lebih mementingkan aplikasi berpikir deduktif-induktif di dalam memecahkan suatu masalah
Untuk memecahkan suatu masalah dalam penelitian ilmiah harus menggunakan ilmu pengetahuan, ilmu pengetahuan ini merupakan bagian yang sangat penting dalam menemukan jawabannya, begitu juga selama proses penelitiannya. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa ilmu pengetahuan merupakan tanda seluruh kesatuan ide yang mengacu ke obyek (atau alam obyek) yang sama dan saling keterkaitan secara logis. Ilmu pengetahuan ini sangat penting, karena apabila tidak ada ilmu pengetahuan maka manusia tidak dapat menemukan suatu jawaban dari sebuah pertanyaan yang kebenarannya harus diungkap. Peranan ilmu pengetahuan penting bagi manusia, karena manusia tidak dapat menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya tentu saja ini sangat buruk sekali, mengapa? karena setiap manusia tidak dapat berkembang tanpa masalah, tanpa ilmu manusia tidak dapat melakukan penelitian-penelitian yang dapat menghasilkan suasana baru bagi khazanah ilmu di Dunia.
Dalam penelitian, pada hakikatnya merupakan sebuah proses “bertanya” kemudian “menjawab”. Proses tanya jawab tersebut dilakukan secara deduksi dan induksi, sistematis , terkendali, empiris, dan kritis. Untuk mendapatkan jawaban juga dapat menjelaskan dari sebuah masalah-masalah yang ada, maka harus melalui proses penelitian yang mampu memberikan penjelasan terhadap peristiwa-peristiwa empiris yang dipertanyakan. Masalah-masalah ini berhubsungan dengan ilmu yang ada dalam dunia abstrak. Tetapi, jika menyusun suatu teori yang sifatnya abstrak, maka teori itu harus berhubungan dengan realita di mana teori itu digunakan. Dengan kata lain, teori itu harus disusun secara logis, rasional dan juga harus aktual. Seperti yang telah dinyatakan oleh Babbie, yaitu : “Science is sometimes characterized as logico-empirical. This ugly term carries an important massage: to pillars of science are (1) logic or rationality an (2) the observation of empirical facts”. Menurut Babbie, bahwa ilmu pengetahuan terdiri atas dua pilar yaitu logis atau rasional dan empiris. Kedua pilar ilmu pengetahuan ini saling berhubungan, karena jika berhadapan dengan teori ilmu pengetahuan, maka akan memikirkan antisipasi pada kenyataan-kenyataan empiris di lapangan. Begitu juga sebaliknya, apabila berhadapan dengan peristiwa-peristiwa factual yang ada dalam dunia empiris, maka selain memikirkan masalah-masalah praktis, tetapi akan mengarah pada teori-teori yang pernah kita pelajari. Karena cara berpikir manusia kebanyakan adalah teoritis-induktif, maka cara berpikir seperti itu akan menunjukkan adanya hubungan timbal balik antara teori dan peristiwa-peristiwa empiris. Teori dengan cara berpikir deduktif mengarah pada kenyataan empiris, dan kenyataan empiris dengan cara berpikir induktif akan mengarah pada teori. Hubungan timbal balik antara teori dan praktek, antara berpikir deduksi dan induksi, tidak boleh terputus tetapi harus selalu dikembangkan. Dengan adanya penelitian, maka akan ada proses berpikir deduktif dan berpikir induktif, yang kedua saling berhubungan.
B. Tahap-tahap dalam Proses Penelitian
Dalam proses penelitian cara berpikir deduksi dan cara berpikir induksi dilakukan secara sistematis, ketat, analitis dan terkendali. Tahap-tahap tersebut harus dilakukan secara runtut, agar mudah dalam mengerjakannya. Selain itu, karena tahap-tahap yang sebelumnya merupakan syarat bagi tahap tersebut. Konsep-konsep yang merupakan sasaran penelitian diuraikan secara operasional atas indikator-indikator empiris. Dengan indikator-indikator tersebut, konsep yang abstrak itu terhubungkan dengan kenyataan-kenyataan empiris. Penelitian selalu dikendalikan oleh hipotesis-hipotesis sebagai jawaban sementara atas pertanyaan penelitian. Tahap-tahap yang dilakukan dalam proses penelitian itu antara lain :
1. Konseptualisasi Masalah
Sesuai dengan cirri ilmu yang demikian, maka proses penelitian ilmiah diawali dengan merumuskan pertanyaan penelitian atau apa yang disebut konseptualisasi masalah. Ada dua hal yang berhubungan dengan konseptualisasi ini, yaitu masalah (substansi) yang dipetanyakan dan pertanyaan dasar serta cara menjawab pertanyaan itu (metodologi). Tahap ini merupakan tahap awal, yang menentukan untuk melanjutkan pada tahap-tahap berikutnya. Jika terdapat kekeliruan pada tahap ini, maka seluruh tahap berikutnya akan mengalami kekeliruan. Oleh karena itu, tahap ini harus dilakukan dengan teliti.
2. Tujuan dan Hipotesis
Pada waktu kita mengajukan pertanyaan penelitian, maka sebenarnya pada waktu situ juga jawabannya sudah ada dalam pikiran kita. Jawaban tersebut memang masih diragukan, namun dapat dipakai sebagai jawaban sementara yang mengarahkan kita untuk mencari jawaban yang sebenarnya. Pernyataan yang dirumuskan sebagai jawaban (sementara) terhadap pertanyaan itu disebut hipotesisi penelitian. Oleh karena itu, tahap selanjutnya setelah konseptualisasi masalah adalah perumusan tujuan dan hipotesis. Tujuan dan hipotesis inilah yang mengendalikan semua kegiatan penelitian.
3. Kerangka Dasar Penelitian
Masalah-masalah yang dihadapi oleh peneliti memerlukan suatu penjelasan yang disusun dalam kerangka teoritis tertentu. Dalam tahap kerangka dasar penelitian ini menggunakan konsep-konsep yang saling berhubungan untuk membentuk beberapa proposisi. Hubungan-hubungan yang telah terbentuk tersebut akan membentuk beberapa proposisi. Kemudian disusun dalam kerangka dasar, sehingga akan memperoleh penjelasan secara teoritis terhadap masalah penelitian. Konsep-konsep yang disusun dalam kerangka dasar penelitian itu adalah konsep-konsep yang tercakup dalam hipotesis-hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya. Karena itu, kerangka dasar tersebut disebut juga kerangka hipotesis. Dengan dirumuskannya secara operasional konsep-konsep dalam kerangka hipotesis itu, maka diperoleh kejelasan tentang data apa yang akan dikumpulkan untuk membuktikan hipotesis penelitian.
4. Penarikan Sampel
Arikunto (1998:117) mengatakan bahwa: “Sampel adalah bagian dari populasi (sebagian atau wakil populasi yang diteliti). Sampel penelitian adalah sebagian dari populasi yang diambil sebagai sumber data dan dapat mewakili seluruh populasi. Sedangkan Sugiyono (1997: 57) memberikan pengertian bahwa: “Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi”. Dari kedua pakar di atas dapat disimpulkan bahwa sampel adalah bagian dari populasi yang mempunyai cirri-ciri atau keadaan tertentu yang akan diteliti. Penarikan sampel dilakukan karena data dan informasi yang akan diproses tidak akan semuanya diambil atau diproses, selain itu tidak semua orang atau benda akan diteliti melainkan cukup dengan menggunakan sampel yang mewakilinya. Dalam tahap ini untuk penarikan sampelnya harus reprensentatif disamping itu peneliti wajib mengerti tentang besar ukuran sampel, teknik sampling dan karakteristik populasi dalam sampel. Sampel ditentukan oleh peneliti berdasarkan pertimbangan masalah, tujuan, hipotesis, metode dan instrument penelitian, di samping waktu yang dibutuhkan, tenaga yang dikerahkan dan biaya yang dikeluarkan. Ada beberapa jenis sampel antara lain: (a) Sampel rambang (random sampling) : setiap populasi memiliki kesempatan yang sama menjadi sampel; (b) Sampel rumpun (cluster sampling) : secara kelompok sampel dipilih; (c) Sampel bertingkat (stratified sampling) : sampel rumpun yang telah ditentukan. (d) Sampel rambang proporsional (proportional random sampling); (e) sampel representatif : sampel yang paling mencerminkan populasi.
Penarikan sampel ini berguna untuk menguji hipotesis agar data yang dibutuhkan dapat dikumpulkan lebih lengkap. Dalam mengumpulkannya harus jelas tentang dari mana data tersebut dikumpulkan dan strategi apakah yang akan digunakan untuk mengumpulkan data tersebut. Tahap penarika sampel ini disebut juga perumusan populasi dan sampel penelitian. hasil dari proses penarikan sampel ini adalah suatu daftar responden sebagai sampel dari populasi penelitian.
5. Konstruksi Instrumen
Cara penarikan sampel adalah dengan mengumpulkan dahulu data yang telah ditetapkan, tetapi dalam proses pengumpulannya menggunakan metode pengumpulan data dan alat-alat yang digunakan untuk mengumpulkannya. Alat-alat yang digunakan untuk mengumpulkan data ini disebut konstruksi instrument. Dalam mengumpulkan data penelitian tersebut disusun menggunakan metode yang sesuai dan berhubungan dengan proses penelitian.
Instrument penelitian merupakan alat untuk memperoleh data. Alat ini harus dipilih sesuai dengan jenis data yang diinginkan. Instrument disini sebagai alat pengumpul data yang pada hakikatnya adalah untuk mengukur variabel penelitian.
6. Pengumpulan Data
Merupakan proses pengumpulan berbagai data dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian. Proses pengumpulan data ini dilakukan mengacu pada prosedur penggalian data yang telah dirumuskan dalam desain penelitian. Adapun data berdasarkan jenisnya dapat dibedakan atas data primer, data sekunder, data kuantitatif dan data kualitatif.
Pengumpulan data dilakukan dalam rangka pembuktian hipotesis. Oleh karena itu harus ditentukan metode untuk pengumpulan data yang sesuai dengan setiap variable, supaya diperoleh informasi yang valid dan dapat dipercaya. Pengumpulan data dilakukan terhadap responden yang menjadi sampel penelitian.

7. Pengolahan Data
Data yang telah dikumpulkan masih berupa data mentah, sehingga perlu diolah supaya dapat dianalisis. Pengolahan ini dilakukan dalam 3 tahap, yaitu editing (penyuntingan), coding (pemberian kode), dan master sheet (table induk). Tahap editing (penyuntingan), yaitu tahap pengolahan data dengan cara memilih data-data apa saja yang sesuai dengan penelitian, data tersebut dipisahkan dan dikumpulkan. Setelah dikumpulkan masuk ke dalam tahap coding (pemberian kode) yaitu pengolahan data dengan memberikan kode atau tanda pada data-data penelitian, pemberian kode ini sangat berguna untuk memudahkan kita dalam penelitian, apabila kita lupa atau ada hal yang harus di edit kembali maka kita akan mudah mendapatkannya karena telah mengetahui kode yang telah ditetapkan. Dan terakhir pengolahan data dengan tahap master sheet (table induk). Yaitu tahap menyusun data-data yang telah diberikan kode untuk dimasukkan ke dalam table induk, ini juga dapat memudahkan kita dalam melihat kembali hasil dari pengolahan data yang telah selesai.
8. Analisis Pendahuluan
Dalam tahap pengujian hipotesis data yang telah diolah akan dianalisis dengan cara-cara tertentu. Analisis data tersebut menggunakan dua tahap, yaitu analisis pendahuluan dan analisis lanjut. Analisis pendahuluan bersifat deskriptif dan terbatas pada data sampel. Dalam analisis pendahuluan ini ialah untuk mendeskripsikan setiap variabel pada sampel penelitian kemudian untuk menentukan alat analisis yang akan dipakai pada analisis selanjutnya.
9. Analisis Lanjut
Telah disebutkan di atas bahwa analisis data menggunakan dua tahap, yaitu analisis pendahuluan dan analisis lanjut. Setelah analisis pendahuluan kemudian masuk kedalam tahap berikutnya, yaitu analisis lanjut. Analisis ini disebut juga analisis inferensial yang lebih mengarah pada pengujian hipotesis. Alat-alat analisis yang dipakai untuk ini disesuaikan dengan hipotesis opersional yang telah dirumuskan sebelumnya. Jika hipotesis yang diuji tersebut hanya mencakup satu variabel, maka dipergunakan Uni Variate Analysis. Kalau hipotesisnya mencakup dua variabel, maka dipergunakan Bivariate Analysis. Dan jika hipotesis tersebut mencakup lebih dari dua variabel, maka dipergunakan Multivariate Analysis.
10. Interpretasi
Interpretasi adalah pengujian hasil penelitian. Hasil penelitian diuji kebenarannya. Jika hipotesis tidak terbukti dapat dicari kesalahannya melalui :
a. Landasan teori (kadaluarsa, kurang valid)
b. Sampel (tidak representatif)
c. Alat pengambilan data (tidak reliable dan valid)
d. Rancangan penelitian kurang tepat
e. Perhitungan yang salah
f. Variabel-variabel luaran (Extraneous Variables) terlalu besar.
Hasil analisa data kemudian diinterpretasikan sehingga data-data tersebut memberikan informasi yang bermanfaat bagi peneliti. Pada jenis penelitian eksplanatory, tahap interpretasi data adalah tahap mengkaitkan hubungan antara berbagai variabel penelitian dan untuk menjawab apakah hipotesa kerja diterima ataukah ditolak. Sedangkan pada penelitian deskriptif, interpretasi ini adalah untuk menjelaskan fenomena penelitian secara mendalam berdasarkan data dan informasi yang tersedia.

Biasanya proses penelitian ini disusun dengan menggunakan gambar yang terbagi dalam dua tingkat. Tingkat pertama dari tahap (a) sampai (f), tingkat ini berjalan dalam proses deduksi yang bercirikan diferensiasi. Sedangkan tingkat kedua dari tahap (f) sampai (a), tingkat ini berjalan dengan proses induksi yang bercirikan integrasi. Proses deduksi merupakan proses yang berjalan dari teori-teori dan konseep-konsep yang sangat abstrak menuju pada evidensi-evidensi empiris yang konkret dengan cirri diferensiasi. Sedangkan prose induksi, dimulai dari kenyataan-kenyataan konkret dengan seperangkat data sampai pada konsep-konsep yang abstrak melalui penyederhanaan-penyederhanaan dengan cirri integrasi.

C. Komponen Informasi dan Komponen Metodologi
Dalam penelitian harus melalui tahap-tahap proses penelitian secara runtut, sehingga data yang dihasilkan dapat diungkap kebenarannya. Sepuluh tahap-tahap di atas bersifat hasil temuan dan tahap yang bersifat cara atau proses menemukan. Menurut Wallace bahwa kedua jenis sifat dari tahap-tahap tersebut dibedakan menjadi dua macam komponen. Komponen yang pertama yaitu komponen informasi atau yang disebut dengan sifat hasil temuan. Sedangkan komponen kedua disebut komponen metodologi atau yang disebut juga dengan sifat cara menemukannya. Wallace mengemukakan bahwa komponen informasi terdiri atas 5 komponen dan komponen metodologi yang terdiri atas 6 komponen.
Lima komponen informasi tersebut antara lain :
1. Teori
2. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap penelitian yang kebenarannya masih terus diuji secara empiris.
Pengertian hipotesis terbagi tiga, yaitu : (a) secara teknis, artinya bahwa hipotesis adalah pernyataan mengenai populasi yang akan diuji kebenarannya masih harus dijui secara empiris. (b) secara statistic, artinya bahwa pernyataan mengenai keadaan parameter yang akan diuji melalui statistic sampel. (c) secara emplisit, artinya bahwa hipotesis disebut juga prediksi. Selain itu hipotesis terbagi dua, yaitu hipotesis tentang hubungan atau korelasi dan hipotesis tentang perbedaan.
3. Pengamatan
Artinya bahwa informasi akan didapatkan melalui pengamatan terlebih dahulu, sehingga tidak semua data akan diambil tetapi data yang sesuai dengan penelitian.
4. Generalisasi Empiris
5. Penerimaan atau Penolakan Hipotesis
Artinya bahwa hipotesis yang di uji bisa diterima kebenarannya, tetapi bisa juga ditolak kebenarannya. Hal ini disebabkan apabila hipotesis tersebut ada kekurangan dalam pengumpulan data-datanya ataupun terdapat data yang tidak valid. Ini dapat dilihat melalui Landasan teori (kadaluarsa, kurang valid) ; Sampel (tidak representatif) ; Alat pengambilan data (tidak reliable dan valid) ; Rancangan penelitian kurang tepat ; Perhitungan yang salah. Hipotesis bukan jawaban final penelitian, akan tetapi merupakan jawaban sementara tentang hubungan antara gejala-gejala yang menjadi permasalahan dalam proses penelitian.
Sedangkan enam komponen metodologi menurut Wallace antara lain :
1. Deduksi logis.
2. Interpretasi hipotesis, instrumentasi, skala pengukuran, sampling.
3. Penyederhanaan (dengan statistik, estimasi parameter).
4. Pembentukan teori dan proposisi.
5. Pengujian hipotesis.
6. Inferensial logis.

Kita dapat melakukan penelitian dengan baik dan benar apabila kita dapat mengikuti langkah-langkah apa saja yang harus dilakukan dalam penelitian dengan runtut dan runut. Sehingga apabila terdapat kekeliruan atau kekurangan dapat dengan mudah diperbaiki karena tahap-tahap yang dilakukan telah berurutan.

PENELITIAN SEBAGAI PROSES ILMIAH

A. Dua Pilar Ilmu Pengetahuan
Penelitian adalah suatu penyelidikan atau suatu usaha pengujian yang dilakukan secara teliti, dan kritis dalam mencari fakta-fakta atau prinsip-prinsip dengan menggunakan langkah-langkah tertentu. Dalam mencari fakta-fakta ini diperlukan usaha yang sistematis untuk menemukan jawaban ilmiah terhadap suatu masalah. Dari kata mencari fakta-fakta dan menggunakan langkah-langkah tertentu inilah kita dapat mengetahui dengan jelas bahwa untuk melakukan sebuah penelitian harus melalui proses ilmiah. Karena dalam penelitian nanti kita akan menemukan masalah yang harus ditemukan jawaban kebenarannya dengan menggunakan metode ilmiah dan dilakukan dengan proses ilmiah pula. Masalah akan muncul apabila kita mempunyai keraguan tentang sesuatu dalam ilmu pengetahuan, keraguan itu merupakan sebuah masalah. Masalah tersebut dapat dikembangkan, serta di uji ilmu pengetahuannya berdasarkan atas prinsip-prinsip, teori-teori yang disusun secara sistematis melalui proses yang intensif dalam pengembangan generalisasi, dalam prosesnya pun menggunakan metode ilmiah yang lebih mementingkan aplikasi berpikir deduktif-induktif di dalam memecahkan suatu masalah
Untuk memecahkan suatu masalah dalam penelitian ilmiah harus menggunakan ilmu pengetahuan, ilmu pengetahuan ini merupakan bagian yang sangat penting dalam menemukan jawabannya, begitu juga selama proses penelitiannya. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa ilmu pengetahuan merupakan tanda seluruh kesatuan ide yang mengacu ke obyek (atau alam obyek) yang sama dan saling keterkaitan secara logis. Ilmu pengetahuan ini sangat penting, karena apabila tidak ada ilmu pengetahuan maka manusia tidak dapat menemukan suatu jawaban dari sebuah pertanyaan yang kebenarannya harus diungkap. Peranan ilmu pengetahuan penting bagi manusia, karena manusia tidak dapat menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya tentu saja ini sangat buruk sekali, mengapa? karena setiap manusia tidak dapat berkembang tanpa masalah, tanpa ilmu manusia tidak dapat melakukan penelitian-penelitian yang dapat menghasilkan suasana baru bagi khazanah ilmu di Dunia.
Dalam penelitian, pada hakikatnya merupakan sebuah proses “bertanya” kemudian “menjawab”. Proses tanya jawab tersebut dilakukan secara deduksi dan induksi, sistematis , terkendali, empiris, dan kritis. Untuk mendapatkan jawaban juga dapat menjelaskan dari sebuah masalah-masalah yang ada, maka harus melalui proses penelitian yang mampu memberikan penjelasan terhadap peristiwa-peristiwa empiris yang dipertanyakan. Masalah-masalah ini berhubsungan dengan ilmu yang ada dalam dunia abstrak. Tetapi, jika menyusun suatu teori yang sifatnya abstrak, maka teori itu harus berhubungan dengan realita di mana teori itu digunakan. Dengan kata lain, teori itu harus disusun secara logis, rasional dan juga harus aktual. Seperti yang telah dinyatakan oleh Babbie, yaitu : “Science is sometimes characterized as logico-empirical. This ugly term carries an important massage: to pillars of science are (1) logic or rationality an (2) the observation of empirical facts”. Menurut Babbie, bahwa ilmu pengetahuan terdiri atas dua pilar yaitu logis atau rasional dan empiris. Kedua pilar ilmu pengetahuan ini saling berhubungan, karena jika berhadapan dengan teori ilmu pengetahuan, maka akan memikirkan antisipasi pada kenyataan-kenyataan empiris di lapangan. Begitu juga sebaliknya, apabila berhadapan dengan peristiwa-peristiwa factual yang ada dalam dunia empiris, maka selain memikirkan masalah-masalah praktis, tetapi akan mengarah pada teori-teori yang pernah kita pelajari. Karena cara berpikir manusia kebanyakan adalah teoritis-induktif, maka cara berpikir seperti itu akan menunjukkan adanya hubungan timbal balik antara teori dan peristiwa-peristiwa empiris. Teori dengan cara berpikir deduktif mengarah pada kenyataan empiris, dan kenyataan empiris dengan cara berpikir induktif akan mengarah pada teori. Hubungan timbal balik antara teori dan praktek, antara berpikir deduksi dan induksi, tidak boleh terputus tetapi harus selalu dikembangkan. Dengan adanya penelitian, maka akan ada proses berpikir deduktif dan berpikir induktif, yang kedua saling berhubungan.
B. Tahap-tahap dalam Proses Penelitian
Dalam proses penelitian cara berpikir deduksi dan cara berpikir induksi dilakukan secara sistematis, ketat, analitis dan terkendali. Tahap-tahap tersebut harus dilakukan secara runtut, agar mudah dalam mengerjakannya. Selain itu, karena tahap-tahap yang sebelumnya merupakan syarat bagi tahap tersebut. Konsep-konsep yang merupakan sasaran penelitian diuraikan secara operasional atas indikator-indikator empiris. Dengan indikator-indikator tersebut, konsep yang abstrak itu terhubungkan dengan kenyataan-kenyataan empiris. Penelitian selalu dikendalikan oleh hipotesis-hipotesis sebagai jawaban sementara atas pertanyaan penelitian. Tahap-tahap yang dilakukan dalam proses penelitian itu antara lain :
1. Konseptualisasi Masalah
Sesuai dengan cirri ilmu yang demikian, maka proses penelitian ilmiah diawali dengan merumuskan pertanyaan penelitian atau apa yang disebut konseptualisasi masalah. Ada dua hal yang berhubungan dengan konseptualisasi ini, yaitu masalah (substansi) yang dipetanyakan dan pertanyaan dasar serta cara menjawab pertanyaan itu (metodologi). Tahap ini merupakan tahap awal, yang menentukan untuk melanjutkan pada tahap-tahap berikutnya. Jika terdapat kekeliruan pada tahap ini, maka seluruh tahap berikutnya akan mengalami kekeliruan. Oleh karena itu, tahap ini harus dilakukan dengan teliti.
2. Tujuan dan Hipotesis
Pada waktu kita mengajukan pertanyaan penelitian, maka sebenarnya pada waktu situ juga jawabannya sudah ada dalam pikiran kita. Jawaban tersebut memang masih diragukan, namun dapat dipakai sebagai jawaban sementara yang mengarahkan kita untuk mencari jawaban yang sebenarnya. Pernyataan yang dirumuskan sebagai jawaban (sementara) terhadap pertanyaan itu disebut hipotesisi penelitian. Oleh karena itu, tahap selanjutnya setelah konseptualisasi masalah adalah perumusan tujuan dan hipotesis. Tujuan dan hipotesis inilah yang mengendalikan semua kegiatan penelitian.
3. Kerangka Dasar Penelitian
Masalah-masalah yang dihadapi oleh peneliti memerlukan suatu penjelasan yang disusun dalam kerangka teoritis tertentu. Dalam tahap kerangka dasar penelitian ini menggunakan konsep-konsep yang saling berhubungan untuk membentuk beberapa proposisi. Hubungan-hubungan yang telah terbentuk tersebut akan membentuk beberapa proposisi. Kemudian disusun dalam kerangka dasar, sehingga akan memperoleh penjelasan secara teoritis terhadap masalah penelitian. Konsep-konsep yang disusun dalam kerangka dasar penelitian itu adalah konsep-konsep yang tercakup dalam hipotesis-hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya. Karena itu, kerangka dasar tersebut disebut juga kerangka hipotesis. Dengan dirumuskannya secara operasional konsep-konsep dalam kerangka hipotesis itu, maka diperoleh kejelasan tentang data apa yang akan dikumpulkan untuk membuktikan hipotesis penelitian.
4. Penarikan Sampel
Arikunto (1998:117) mengatakan bahwa: “Sampel adalah bagian dari populasi (sebagian atau wakil populasi yang diteliti). Sampel penelitian adalah sebagian dari populasi yang diambil sebagai sumber data dan dapat mewakili seluruh populasi. Sedangkan Sugiyono (1997: 57) memberikan pengertian bahwa: “Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi”. Dari kedua pakar di atas dapat disimpulkan bahwa sampel adalah bagian dari populasi yang mempunyai cirri-ciri atau keadaan tertentu yang akan diteliti. Penarikan sampel dilakukan karena data dan informasi yang akan diproses tidak akan semuanya diambil atau diproses, selain itu tidak semua orang atau benda akan diteliti melainkan cukup dengan menggunakan sampel yang mewakilinya. Dalam tahap ini untuk penarikan sampelnya harus reprensentatif disamping itu peneliti wajib mengerti tentang besar ukuran sampel, teknik sampling dan karakteristik populasi dalam sampel. Sampel ditentukan oleh peneliti berdasarkan pertimbangan masalah, tujuan, hipotesis, metode dan instrument penelitian, di samping waktu yang dibutuhkan, tenaga yang dikerahkan dan biaya yang dikeluarkan.
Penarikan sampel ini berguna untuk menguji hipotesis agar data yang dibutuhkan dapat dikumpulkan lebih lengkap. Dalam mengumpulkannya harus jelas tentang dari mana data tersebut dikumpulkan dan strategi apakah yang akan digunakan untuk mengumpulkan data tersebut. Tahap penarika sampel ini disebut juga perumusan populasi dan sampel penelitian. hasil dari proses penarikan sampel ini adalah suatu daftar responden sebagai sampel dari populasi penelitian.
5. Konstruksi Instrumen
Cara penarikan sampel adalah dengan mengumpulkan dahulu data yang telah ditetapkan, tetapi dalam proses pengumpulannya menggunakan metode pengumpulan data dan alat-alat yang digunakan untuk mengumpulkannya. Alat-alat yang digunakan untuk mengumpulkan data ini disebut konstruksi instrument. Dalam mengumpulkan data penelitian tersebut disusun menggunakan metode yang sesuai dan berhubungan dengan proses penelitian.
Instrument penelitian merupakan alat untuk memperoleh data. Alat ini harus dipilih sesuai dengan jenis data yang diinginkan. Instrument disini sebagai alat pengumpul data yang pada hakikatnya adalah untuk mengukur variabel penelitian.
6. Pengumpulan Data
Merupakan proses pengumpulan berbagai data dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian. Proses pengumpulan data ini dilakukan mengacu pada prosedur penggalian data yang telah dirumuskan dalam desain penelitian. Adapun data berdasarkan jenisnya dapat dibedakan atas data primer, data sekunder, data kuantitatif dan data kualitatif.
Pengumpulan data dilakukan dalam rangka pembuktian hipotesis. Oleh karena itu harus ditentukan metode untuk pengumpulan data yang sesuai dengan setiap variable, supaya diperoleh informasi yang valid dan dapat dipercaya. Pengumpulan data dilakukan terhadap responden yang menjadi sampel penelitian.

7. Pengolahan Data
Data yang telah dikumpulkan masih berupa data mentah, sehingga perlu diolah supaya dapat dianalisis. Pengolahan ini dilakukan dalam 3 tahap, yaitu editing (penyuntingan), coding (pemberian kode), dan master sheet (table induk). Tahap editing (penyuntingan), yaitu tahap pengolahan data dengan cara memilih data-data apa saja yang sesuai dengan penelitian, data tersebut dipisahkan dan dikumpulkan. Setelah dikumpulkan masuk ke dalam tahap coding (pemberian kode) yaitu pengolahan data dengan memberikan kode atau tanda pada data-data penelitian, pemberian kode ini sangat berguna untuk memudahkan kita dalam penelitian, apabila kita lupa atau ada hal yang harus di edit kembali maka kita akan mudah mendapatkannya karena telah mengetahui kode yang telah ditetapkan. Dan terakhir pengolahan data dengan tahap master sheet (table induk). Yaitu tahap menyusun data-data yang telah diberikan kode untuk dimasukkan ke dalam table induk, ini juga dapat memudahkan kita dalam melihat kembali hasil dari pengolahan data yang telah selesai.
8. Analisis Pendahuluan
Dalam tahap pengujian hipotesis data yang telah diolah akan dianalisis dengan cara-cara tertentu. Analisis data tersebut menggunakan dua tahap, yaitu analisis pendahuluan dan analisis lanjut. Analisis pendahuluan bersifat deskriptif dan terbatas pada data sampel. Dalam analisis pendahuluan ini ialah untuk mendeskripsikan setiap variabel pada sampel penelitian kemudian untuk menentukan alat analisis yang akan dipakai pada analisis selanjutnya.
9. Analisis Lanjut
Telah disebutkan di atas bahwa analisis data menggunakan dua tahap, yaitu analisis pendahuluan dan analisis lanjut. Setelah analisis pendahuluan kemudian masuk kedalam tahap berikutnya, yaitu analisis lanjut. Analisis ini disebut juga analisis inferensial yang lebih mengarah pada pengujian hipotesis. Alat-alat analisis yang dipakai untuk ini disesuaikan dengan hipotesis opersional yang telah dirumuskan sebelumnya. Jika hipotesis yang diuji tersebut hanya mencakup satu variabel, maka dipergunakan Uni Variate Analysis. Kalau hipotesisnya mencakup dua variabel, maka dipergunakan Bivariate Analysis. Dan jika hipotesis tersebut mencakup lebih dari dua variabel, maka dipergunakan Multivariate Analysis.
10. Interpretasi
Hasil analisa data kemudian diinterpretasikan sehingga data-data tersebut memberikan informasi yang bermanfaat bagi peneliti. Pada jenis penelitian eksplanatory, tahap interpretasi data adalah tahap mengkaitkan hubungan antara berbagai variabel penelitian dan untuk menjawab apakah hipotesa kerja diterima ataukah ditolak. Sedangkan pada penelitian deskriptif, interpretasi ini adalah untuk menjelaskan fenomena penelitian secara mendalam berdasarkan data dan informasi yang tersedia.

Senin, 22 Februari 2010

HAKIKAT ILMU DAN PENELITIAN

Didalam hakikat ilmu dan penelitian terdapat pengetahuan. Pengetahuan ini digunakan seseorang untuk melakukan penelitian, dengan mempunyai pengetahuan yang tinggi maka seseorang dapat melakukan penelitian secara logis dan empiris. Penelitian (riset) dan ilmu pengetahuan tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Penelitian ilmiah digunakan untuk kebutuhan ilmu pengetahuan; ilmu pengetahuan tidak akan berkembang bila tidak menggunakan riset ilmiah.
Riset ilmiah kepada ilmu pengetahuan, antara lain:
• meng-upgrade
• membuat up to date dan canggih
• diaplikasi untuk kebutuhan masyarakat
Karena di dalam sebuah kegiatan penelitian didasarkan pada pertanyaan yang diajukan, dan jawaban atas pertanyaan itu. Sehingga membutuhkan ilmu pengetahuan agar dapat dilakukan dengan baik. Selain ilmu pengetahuan, kita juga harus mengetahui teori, proposisi dan konsep. Toeri, proposisi dan konsep ini merupakan langkah awal untuk mengetahui bagaimana seharusnya penelitian itu dilakukan dengan baik dan benar.
A. Hakikat Ilmu
Ilmu berasal dari bahasa Arab, yaitu “ ilm” yang artinya adalah memahami, mengerti atau mengetahui. Ilmu dalam bahasa Inggris adalah “science” yaitu sejenis pengetahuan manusia yang diperoleh dengan riset terhadap objek-objek yang empiris; hal ini dapat berpengaruh pada kebenaran sains tersebut. Sebenarnya banyak sekali pengertian atau definisi tentang ilmu, tetapi pada akhirnya mereka menyimpulkan pada satu tujuan yang sama. Ilmu merupakan hal yang sangat penting karena dengan adanya ilmu maka manusia tidak akan disebut bodoh, dengan manusia memiliki ilmu maka segala apa yang diciptakan Allah swt. dapat digunakan sebaik-baiknya. Tetapi kegunaan ilmu ini tergantung dari dari tujuan manusia, karena dengan memiliki ilmu yang tinggi maka manusia dapat berbuat semena-mena, jika tujuan manusia adalah untuk kebaikan dunia ini maka tidak akan terjadi kekacauan dan perilaku-perilaku yang menyimpang.
Banyak sekali definisi tentang ilmu yang dikemukakan oleh para pakar diantaranya :
1. Moh. Nazir, Ph.D (1983:9) mengemukakan bahwa ilmu tidak lain dari suatu pengetahuan, baik natural maupun sosial, yang sudah terorganisir serta tersusun secara sistematik menurut kaidah umum.
2. Ahmad Tafsir (1992:15) memberikan batasan ilmu sebagai pengetahuan logis dan mempunyai bukti empiris.
3. Lorens Bagus (1996:307-308) mengemukakan bahwa ilmu merupakan tanda seluruh kesatuan ide yang mengacu ke obyek (atau alam obyek) yang sama dan saling keterkaitan secara logis.
4. Pengertian ilmu secara positif adalah bebas aktif, dimana ilmu disini harus bersifat mutlak dalam keadaan apapun dan dimanapun.
5. secara Normatif Ilmu mengandung arti mendeskripsikan atau menjelaskan sesuatu dengan detail dan bisa di aplikasikan dalam hal nyata. Tetapi dalam hal ini Ilmu tidak bisa bersifat mutlak akan ada perbedaan pendapat atau paradigma seseorang tergantung cara pandang mereka menilai suatu ilmu.
Dari beberapa pengertian ilmu di atas dapat diperoleh gambaran bahwa pada prinsipnya ilmu merupakan suatu usaha untuk mengorganisasikan dan mensistematisasikan pengetahuan atau fakta yang berasal dari pengalaman dan pengamatan dalam kehidupan sehari-hari, dan dilanjutkan dengan pemikiran secara cermat dan teliti dengan menggunakan berbagai metode yang biasa dilakukan dalam penelitian ilmiah (observasi, eksperimen, survai, studi kasus dan lain-lain). Pengertian ilmu yang sesungguhnya memang sangatlah luas tidak bersifat mutlak dan dengan arti yang tidak mutlak itu kita dapat menafsirkan sesuatu dengan berbagai sudut pandang, sehingga dapat memperkaya tatanan content yang mungkin suatu saat akan sangat bermanfaat sekali bagi kelangsungan suatu pendidikan di Dunia dan dengan itu demi menjaga hilangnya ilmu dari muka bumi, karena menurut suatu keterangan suatu saat di dunia ini kelak nanti akan terkena musibah yang sangat dahsyat yaitu hilangnya ilmu di muka bumi ini dan itu tandanya dunia ini akan berakhir.
Ilmu yang sudah kita miliki harus benar-benar dijaga dengan sebaik-baiknya, karena agar tidak menyimpang dari aturan-aturan yang berlaku. Dan dapat bermanfaar bagi kehidupan manusia baik dunia dan akhirat, yaitu dengan penyampaian / mentransfer ilmu itu dengan baik dan benar. Masalah-masalah yang sering datang dapat dijadikan tantangan bagi manusia untuk menyelesaikannya dengan menggunakan ilmu pengetahuan yang benar.
Ilmu mempunyai karakteristik atau sifat yang menjadi cirri khas dari ilmu, yang dikemukakan oleh beberapa pakar antara lain:
1. Randall dan Buchler mengemukakan ada beberapa cirri umum ilmu, yaitu : a. hasil ilmu bersifat akumulatif dan merupakan milik bersama, b. hasil ilmu kebenarannya tidak mutlak dan bisa terjadi kekeliruan, dan c. obyektif tidak tergantung pada pemahaman secara pribadi.
2. Lorens Bagus (1996:307-308) mengemukakan bahwa salah satu sifat ilmu adalah koheren yakni tidak kontradiksi dengan kenyataan. Sedangkan berkenaan dengan metode pengembangan ilmu, ilmu memiliki ciri-ciri dan sifat-sifat yang reliable, valid, dan akurat. Artinya, usaha untuk memperoleh dan mengembangkan ilmu dilakukan melalui pengukuran dengan menggunakan alat ukur yang memiliki keterandalan dan keabsahan yang tinggi, serta penarikan kesimpulan yang memiliki akurasi dengan tingkat siginifikansi yang tinggi pula. Selain itu dapat memberikan daya prediksi atas kemungkinan-kemungkinan suatu hal.
3. Ismaun (2001) mengetengahkan sifat atau ciri-ciri ilmu sebagai berikut : a. obyektif; ilmu berdasarkan hal-hal yang obyektif, dapat diamati dan tidak berdasarkan pada emosional subyektif, b. koheren; pernyataan/susunan ilmu tidak kontradiksi dengan kenyataan; c. reliable; produk dan cara-cara memperoleh ilmu dilakukan melalui alat ukur dengan tingkat keterandalan (reabilitas) tinggi, d. valid; produk dan cara-cara memperoleh ilmu dilakukan melalui alat ukur dengan tingkat keabsahan (validitas) yang tinggi, baik secara internal maupun eksternal, e. memiliki generalisasi; suatu kesimpulan dalam ilmu dapat berlaku umum, f. akurat; penarikan kesimpulan memiliki keakuratan (akurasi) yang tinggi, dan g. dapat melakukan prediksi; ilmu dapat memberikan daya.
Sebuah pengetahuan dapat dikatakan ilmu apabila mempunyai syarat sebagai berikut:
1. Ilmu mensyaratkan adanya obyek yang diteliti, baik yang berhubungan dengan alam (kosmologi) maupun tentang manusia (Biopsikososial). Ilmu mensyaratkan adanya obyek yang diteliti. Lorens Bagus (1996) menjelaskan bahwa dalam teori skolastik terdapat pembedaan antara obyek material dan obyek formal. Obyek formal merupakan obyek konkret yang disimak ilmu. Sedang obyek formal merupakan aspek khusus atau sudut pandang terhadap ilmu. Yang mencirikan setiap ilmu adalah obyek formalnya. Sementara obyek material yang sama dapat dikaji oleh banyak ilmu lain.
2. Ilmu mensyaratkan adanya metode tertentu, yang di dalamnya berisi pendekatan dan teknik tertentu. Metode ini dikenal dengan istilah metode ilmiah. Dalam hal ini, Moh. Nazir, (1983:43) mengungkapkan bahwa metode ilmiah boleh dikatakan merupakan suatu pengejaran terhadap kebenaran yang diatur oleh pertimbangan-pertimbangan logis. Karena ideal dari ilmu adalah untuk memperoleh interrelasi yang sistematis dari fakta-fakta, maka metode ilimiah berkehendak untuk mencari jawaban tentang fakta-fakta dengan menggunakan pendekatan kesangsian sistematis. Almack (1939) mengatakan bahwa metode ilmiah adalah cara menerapkan prinsip-prinsip logis terhadap penemuan, pengesahan dan penjelasan kebenaran. Sedangkan Ostle (1975) berpendapat bahwa metode ilmiah adalah pengejaran terhadap sesuatu untuk memperoleh sesutu interelasi.
3. Pokok permasalahan(subject matter atau focus of interest). ilmu mensyaratkan adanya pokok permasalahan yang akan dikaji. Masalah-masalah itu akan berubah dengan sendirinya dari sesuatu yang mudah menjadi sesuatu yang sulit, dari sesuatu yang sederhana menjadi sesuatu yang rumit, atau dari sesuatu yang kecil menjadi besar sehingga akan sulit untuk dipecahkan. Sehingga masalah-masalah itu akan dibawa ke dalam pembedahan ilmu, hal ini akan menjadi sesuatu yang diperselisihkan dan diperdebatkan.
Banyak cara untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, tergantung dari kita sampai sejauh mana kita ingin mengetahui tentang suatu masalah begitu juga dengan pemecahannya. Pada umumnya, kita akan memperoleh pengetahuan tersebut melalui dua cara, yaitu: melalui orang lain dan pengalaman diri sendiri secara langsung.
Tetapi pengetahuan juga dapat diperoleh dengan cara:
1. Akal sehat. Pengetahuan ini dapat diperoleh secara mudah oleh semua orang, tetapi pengetahuan ini didasarkan pada emosional seseorang. Apabila seseorang sedang mendapatkan masalah, tetapi dia dapat mengendalikan emosinya maka ia akan dengan mudah menyelesaikan masalahnya dengan menggunakan akal sehat. Cara ini disebut juga dengan metode keteguhan, dimana seseorang akan menerima suatu kebenaran karena ia telah yakin akan kebenaran tersebut.
2. Otoritas. Pengetahuan didasarkan pada penghormatan atas kekuasaan seseorang atau sesuatu tanpa kritik.
3. Intuitif. Pengetahuan ini didapatkan berdasarkan pengalaman atau firasat, sehingga pengetahuan yang didapat mudah diingat dan apabila suatu hari terjadi kembali masalah yang serupa akan dengan mudah menyelesaikannya. Karena dengan pengalaman banyak hal yang dapat diperbaiki dalam memecahkan soal.
4. Logika. Pengetahuan yang didasarkan pada kebenaran rasional atau logika.
5. Empiris. Pengetahuan diperoleh dari objek pegetahuan itu sendiri, pengetahuan diperoleh dari data-data hasil penelitian.
6. Metode metafisik. Pengetahuan ini didapatkan melalui metafisik, yaitu sebuah jawaban yang ditemukan dalam dunia empiris dicari dalam dunia supernatural (dunia tidak nyata)
7. Metode ilmiah. Pengetahuan ini diperoleh melalui proses deduksi dan induksi, dimana setiap masalah-masalah yang ditemukan di dunia empiris maka jawabannya juga harus dicari dalam dunia empiris, melalui proses deduksi dan induksi yang dilakukan secara sistematis.
Dalam ilmu pengetahuan terdapat masalah-masalah yang berkisar pada tiga hal, yaitu: ontologi, epistemology dan aksiologi. Ketiga hal tersebut merupakan pertanyaan dalam suatu masalah. Pertama, apa itu pengetahuan? pertanyaan yang disebut dengan ontologi. Kedua, bagaimana cara mengetahui pengetahuan? pertanyaan yang disebut dengan epistemologi. Dan ketiga, untuk apa pengetahuan itu? Pertanyaan yang disebut dengan aksiologi.
B. Penelitian
Penelitian adalah suatu penyelidikan atau suatu usaha pengujian yang dilakukan secara teliti, dan kritis dalam mencari fakta-fakta atau prinsip-prinsip dengan menggunakan langkah-langkah tertentu. Dalam mencari fakta-fakta ini diperlukan usaha yang sistematis untuk menemukan jawaban ilmiah terhadap suatu masalah. Penelitian ini biasanya digunakan untuk sebuah karya ilmiah, dimana di dalam karya ilmiah tersebut terdapat pernyataan-pernyataan yang membutuhkan penelitian karena tidak memungkinkan untuk menggunakan akal. Ada juga beberapa pakar yang mengemukakan pendapatnya tentang pengertian dari penelitian, diantaranya:
1. Mohammad Ali mengemukakan bahwa penelitian adalah suatu cara untuk memahami sesuatu melalui penyelidikan atau usaha mencari bukti-bukti yang muncul yang berhubungan dengan masalah itu, yang dilakukan secara hati-hati sekali sehingga diperoleh pemecahannya.
2. J. Suprapto berpendapat bahwa penelitian ialah penyelidikan dari suatu bidang ilmu pengetahuan yang digunakan untuk memperoleh fakta-fakta atau prinsip-prinsip secara sistematis.
3. Sutrisno Hadi berpendapat bahwa penelitian diartikan sebagai usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan.
4. David H Penny mengemukakan bahwa penelitian adalah pemikiran yang sistematis mengenai berbagai jenis masalah sehingga dalam pemecahannya memerlukan pengumpulan dan penafsiran fakta-fakta.
5. Tuckman mendefinisikan penelitian yaitu penelitian merupakan suatu usaha yang sistematis untuk menemukan jawaban ilmiah terhadap suatu masalah. Sistematis artinya mengikuti prosedur atau langkah-langkah tertentu.
Secara etimologi penelitian berasal dari bahasa Inggris “research” (re berarti kembali, dan search berarti mencari). Sehingga dapat diartikan bahwa penelitian itu adalah mencari kembali. Penelitian ini harus dilakukan secara hati-hati dan mengandung pemikiran yang sistematis juga empiris sehingga akan menghasilkan karya ilmiah yang sesuai dengan kenyataan. Dalam sebuah penelitian harus memenuhi kriteria penelitian, karena dalam kriteria penelitian ini terdapat faktor-faktor yang harus diperhatikan agar hasilnya sesuai dengan apa yang telah diharapkan. Ada empat kriteria yang harus dipenuhi dalam sebuah penelitian, yaitu:
1. Penelitian harus dilakukan secara sistematis. Artinya, dalam setiap pengerjaan sebuah penelitian harus dilakukan secara berurutan, tidak boleh melewati tahap-tahap yang telah ditentukan.
2. Penelitian dilakukan secara terkendali.
3. Penelitian dilakukan secara empiris. Artinya, semua permasalahan-permasalahan yang akan diteliti harus dibuktikan secara empiris yaitu data yang benar-benar sesuai dengan hasil penelitian.
4. Penelitian bersifat kritis. Kritis dalam sebuah penelitian adalah sebagai tolok ukur (kriteria) yang gunanya ialah untuk menentukan suatu penelitian agar dapat diterima. Tolok ukur disini adalah dalam menetapkan hipotesis, menetapkan besarnya sampel penelitian dan lain-lain.
Setelah kita mengetahui pengertian serta kriteria dari sebuah penelitian, maka kita juga harus mengetahui berbagai macam jenis-jenis penelitian, agar kita dapat menentukan jenis penelitian manakah yang akan kita gunakan, karena didalam penelitian ada tiga pertanyaan dasar dimana pertanyaan ini yang menentukan tipe penelitian secara empiris. Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah : apa, bagaimana, dan mengapa. Jenis-jenis penelitian ini didasarkan pada tiga jenis, antara lain :
1. Jenis-jenis penelitian berdasarkan tujuannya.
Jenis penelitian ini, terdapat tiga jenis diantaranya :
a) Penelitian Eksploratif; Yaitu penelitian yang dilaksanakan untuk menggali data dan informasi tentang topik atau isu-isu baru yang ditujukan untuk kepentingan pendalaman atau penelitian lanjutan. Tujuan penelitiannya adalah untuk merumuskan pertanyaan-pertanyaan yang lebih akurat yang akan dijawab dalam penelitian lanjutan atau penelitian kemudian. Peneliti biasanya menggunakan penelitian eksplorasi ini untuk mendapatkan pengetahuan yang cukup dalam penyusunan desain dan pelaksanaan kajian lanjutan yang lebih sistematis.
b) Penelitian Deskriptif; Penelitian deskriptif menghadirkan gambaran tentang situasi atau fenomena sosial secara detil. Dalam penelitian ini, peneliti memulai penelitian dengan desain penelitian yang terumuskan secara baik yang ditujukan untuk mendeskripsikan sesuatu secara jelas.
c) Penelitian Eksplanatif; tujuan dari penelitian eksplanatif adalah untuk memberikan penjelasan mengapa sesuatu terjadi atau menjawab pertanyaan ”mengapa (why)”. Biasanya penelitian seperti ini didasarkan pada hipotesis-hipotesis yang datanya dikumpulkan dengan metode sampling.
2. Jenis-jenis penelitian berdasarkan pendekatan.
Penelitian berdasarkan pendekatan ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
a) Penelitian Kuantitatif; Penelitian Kuantitatif adalah suatu penelitian yang pada dasarnya menggunakan pendekatan deduktif dan induktif. Pendekatan ini awalnya dari suatu kerangka teori, gagasan para ahli ataupun pemahaman peneliti berdasarkan pengalamannya, kemudian dikembangkan menjadi permasalahan-permasalahan beserta pemecahan-pemecahannya yang diajukan untuk memperoleh pembenaran (verifikasi) dalam bentuk dukungan data empiris di lapangan.
b) Penelitian Kualitatif; Penelitian kualitatif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk mengungkapkan gejala secara holistic- kontekstual melalui pengumpulan data dari latar alami dengan memanfaatkan diri peneliti sebagai instrument kunci. Penelitian kualitatif bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis dengan pendekatan induktif.
3. Jenis-jenis penelitian berdasarkan fungsinya.
Jenis penelitian ini didasarkan menjadi tiga jenis antara lain:
a) Penelitian Dasar; Penelitian dasar (basic research) disebut juga penelitian murni (pure research) atau penelitian pokok (fundamental research), yaitu penelitian yang diarahkan pada pengujian teori, dengan hanya sedikit atau bahkan tanpa menghubungkan hasilnya untuk kepentingan praktik.
b) Penelitian Evaluatif; Penelitian evaluatif (Evaluation research) difokuskan pada suatu kegiatan dalam suatu unit tertentu. Kegiatan tersebut dapat berbentuk program, proses ataupun hasil kerja, sedangkan unit dapat berupa tempat, organisasi, atau lembaga.
c) Penelitian Terapan; Penelitian terapan (applied research) berkenaan dengan kenyataan-kenyataan praktis, penerapan, dan pengembangan pengetahuan yang dihasilkan oleh penelitian dasar dalam kehidupan nyata.
Tujuan dari penelitian merupakan sebuah keinginan-keinginan seorang peneliti atas hasil penelitian dengan menetengahkan indikator-indikator apa yang hendak ditemukan dalam penelitian. Dalam penelitian ini juga terdapat dua tujuan, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Maksud dari tujuan umum adalah menggambarkan secara singkat dalam satu kalimat terhadap apa yang ingin dicapai melalui penelitian tersebut. Sedangkan tujuan khususnya adalah merumuskan kalimat-kalimat tersebut dalam bentuk item-item atau butir-butir yang secara spesifik mengacu kepada pertanyaan-pertanyaan penelitian.
Kegunaan dari sebuah penelitian ini merupakan dampak dari tercapainya tujuan. Jika tujuan penelitian dapat tercapai, dan rumusan masalah dapat terjawab secara akurat, maka kegunaan dari penelitiannya adalah untuk menjelaskan tentang manfaat dari penelitian itu sendiri. Menurut Nan Lin bahwa penelitian mempunyai dua manfaat, yaitu:
1. Manfaat Teoritis. Penelitian yang bertitik tolak dari keraguan suatu teori tertentu disebut penelitian verifikatif. Keraguan terhadap suatu teori muncul jika teori yang bersangkutan tidak bisa lagi menjelaskan peristiwa-peristiwa aktual yang dihadapi. Pengujian terhadap teori tersebut dilakukan melalui penelitian empiris, dan hasilnya bisa menolak atau mengukuhkan juga merevisi teori yang bersangkutan.
2. Manfaat Praktis. Mengubah cara kerja supaya lebih efisien dan juga mengubah kurikulum supaya lebih berdaya guna bagi pembangunan sumber daya manusia merupakan contoh-contoh permasalahan yang dapat dibantu pemecahannya melalui penelitian ilmiah.
Dengan adanya kedua manfaat penelitian diatas, maka hasil yang akan dicapai dalam melakukan penelitian akan memuaskan dan sesuai dengan tujuan yang telah diharapkan. Kedua manfaat penelitian diatas juga merupakan salah satu syarat dilakukannya suatu penelitian sebagaimana dinyatakan dalam rancangan penelitian.
Seringkali orang menyebut bahwa penelitian sama dengan metode ilmiah karena sesuai dengan tujuannya, penelitian dapat diartikan sebagai usaha untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan dimana usaha-usaha itu dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah. Kegiatan penelitian adalah suatu kegiatan objektif dalam usaha mengembangkan, serta menguji ilmu pengetahuan berdasarkan atas prinsip-prinsip, teori-teori yang disusun secara sistematis melalui proses yang intensif dalam pengembangan generalisasi. Sedangkan metode ilmiah lebih mementingkan aplikasi berpikir deduktif-induktif dalam memecahkan masalah.